Tanah merupakan bagian dari kekayaan alam yang menjadi karunia Tuhan Yang Maha Esa dan digunakan sebagai sumber kehidupan bagi manusia pada umumnya, terutama rakyat Indonesia yang menjadikan tanah sebagai kebutuhan pokoknya. Atas dasar hak menguasai. Negara sebagaimana diatur dalam Undang-undang Dasar 1945 pada pasal 33 ayat (3), negara berhak atas penguasaan bidang-bidang tanah yang ada di seluruh wilayah Indonesia dalam rangka memakmurkan kehidupan rakyat Indonesia sendiri.
Sehubungan dengan ketentuan tersebut, maka salah satu konsep kebijakan yang dibentuk oleh pemerintah adalah menetapkan politik hukum pertanahan sebagai kebijakan nasional yang berkaitan dengan pertanahan (Achmad Rubaei 2007:2).
Kemudian dalam hal menanggulangi permasalahan dibidang pertanahan, pemerintah mengupayakan suatu jaminan kepastian hukum yang diperoleh melalui pendaftaran tanah, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Pemberian jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan, pertama-tama memerlukan tersedianya perangkat hukum yang tertulis, lengkap dan jelas yang dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan jiwa dan isi ketentuan-ketentuannya (Boedi Harsono 2009:60). Selain itu dalam menghadapi kasus-kasus konkrit diperlukan juga terselenggaranya pendaftaran tanah yang memungkinkan bagi para pemegang hak atas tanah.
Salah satu pertimbangan dilahirkannya Undang – Undang Pokok Agraria bagi rakyat asli karena tidak terjamin adanya kepastian hukum dalam pemilikan tanah, itulah yang menjadi pertimbangan terselenggaranya pendaftaran tanah (suatu “legal cadaster”) yang efisien dan efektif. Kepastian dari hak-hak seseorang yang tanahnya terdaftar tersebut bebas dari segala gugatan orang lain (Yanis Maladi 2008:30). Oleh karena itu, bagi pemegang hak atas tanah yang memiliki sertifikat mempunyai nilai lebih. Sebab dibandingkan dengan alat bukti tertulis lain sertifikat merupakan tanda bukti hak kuat karena pembuatannya sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.
Dalam rangka mewujudkan kehadiran negara dibidang pertanahan dengan memberikan jaminan kepastian hukum hak atas tanah sebagai bukti hak kepemilikan sebagaimana diamanatkan dalam pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, pemerintah berkewajiban menyelenggarakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia. Kegiatan pendaftaran yang akan menghasilkan tanda bukti hak atas tanah yang disebut “sertifikat” merupakan realisasi salah satu tujuan Undang - Undang Pokok Agraria yang menjamin kepastian hukum bagi keperluan lalu lintas sosial ekonomi setiap bidang tanah untuk didaftarkan.
Salah satu upaya pemerintah dalam menyelenggarakan pendaftaran tanah adalah dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang mengatur tentang bagaimana cara melakukan pendaftaran tanah, yaitu pendaftaran tanah secara sporadik dan pendaftaran secara sistematik.
Pada kenyataanya, kondisi masyarakat dalam melakukan pendaftaran tanah yang dilakukan oleh Pemerintah secara sistematik juga memiliki keadaan dengan tingkat respon yang lemah, padahal tujuan Pemerintah untuk membantu masyarakat yang memiliki tanah untuk segera dapat disertifikatkan sebagai tanda bukti haknya. Hal ini dapat dilihat dari presentase jumlah tanah yang sudah terdaftar diseluruh Indonesia, semenjak diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 hingga saat ini prosentase jumlah tanah terdaftar diseluruh Indonesia masih dibawah 50%.
Fenomena semacam ini juga terjadi dalam kehidupan masyarakat di Kabupaten Lombok Barat. Sebagian besar bidang-bidang tanah di Kabupaten Lombok Barat belum didaftarkan, alas hak yang digunakan para pemegang hak atas tanah sebagai bukti kepemilikan tanah hanya berupa penguasaan terus-menerus dan turun-temurun yang didukung oleh bukti tertulis beleid pajak atau berupa “pipil” (surat keterangan balik nama) berlogo gambar burung garuda, surat keterangan desa (terutama peralihan hak) melalui pembagian waris-mewaris, hibah atau pemberian dan lain-lain. Tanah-tanah ini sampai sekarang masih sebagian besar tidak ada yang beralas hak sertifikat, terutama yang letaknya didaerah lereng/atas bukit dan sebagainya (Yanis Maladi, 2008:122).
Apabila ditelusuri lebih jauh alasan mengapa tidak didaftarkannya tanah-tanah yang berada di Kabupaten Lombok Barat sebagaimana disebutkan diatas, dapat diketahui bahwa kendala yang terjadi dimasyarakat berupa:
1. Pemilik tanah tidak merasa tergugah untuk mendaftarkan tanahnya karena tidak dirasakan manfaatnya;
2. Pemilik tanah merasa enggan untuk mengikuti ketentuan peraturan pendaftaran tanah;
3. Pemilik tanah masih merasa aman dengan kondisi pemilikan seperti dialaminya sejak dulu (Ibid123).
Sedangakan kendala yang dihadapi oleh panitia adjudikasi berupa kurangnya fasilitas yang memadai, akses menuju lokasi pendaftaran tanah yang masih sulit dijangkau, dan sebagainya.
Kegiatan pendaftaran tanah pada saat sekarang bukan merupakan kegiatan rutin dari Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional akan tetapi menjadi salah satu program Presiden Republik Indonesia Bapak Joko Widodo sebagaimana tercantum dalam Nawa Cita kelima yaitu meningkatkan kwalitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kwalitas pendidikan dan pelatihan dengan program “Indonesia pintar” serta peningkatan kesejahtraan masyarakat dengan program “Indonesia kerja” dan “Indonesia sejahtera” dengan mendorong landreform dan program pemilikan tanah seluas 9 juta hektar, program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial untuk rakyat di tahun 2019. Dan untuk menunjang program Nawa Cita kelima tersebut Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional menerbitkan berbagai peraturan baru seperti Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 35 Tahun 2016 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 35 Tahun 2016 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap serta berbagai peraturan petunjuk pelaksanaannya.
Hal ini tidak menutup kemungkinan akan dikeluarkannya berbagai peraturan-peraturan baru yang menyangkut pelaksanaan pendaftaran tanah sistematis oleh Menteri Agararia dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional mengingat masih kurangnya respon dari masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya serta berbagai kendala yang dihadapi oleh panitia adjudikasi pendaftaran tanah.
Untuk itu dirasa perlu adanya suatu penelitian mengenai bagaimana proses pelaksanaan serta apa saja hambatan-hambatan yang dihadapi dalam percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) khususnya dalam pelaksanaan pendaftaran tanah oleh pemerintah yang dilaksanakan di Kabupaten Lombok Barat mengingat masih banyaknya jumlah bidang-bidang tanah yang belum terdaftar dibeberapa desa di Kabupaten Lombok Barat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, selanjutnya dapat dirumuskan pokok permasalahannya sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan pendaftaran tanah sistematis lengkap di Kabupaten Lombok Barat ?
2. Bagaimana strategi Badan Pertanahan Nasional dalam menanggulangi kendala Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap di Kabupaten Lombok Barat ?
1. Tujuan penelitian
a. Untuk mengetahui proses pelaksanaan dari pendaftaran tanah sistematis lengkap di Kabupaten Lombok Barat.
b. Untuk mengetahui strategi Badan Pertanahan Nasional dalam menanggulangi kendala Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap di Kabupaten Lombok Barat.
2. Manfaat penelitian
Adapun manfaat penelitian yang dapat dirincikan dalam penelitian ini adalah:
a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan serta dapat membantu dalam pengembangan kajian Ilmu Pemerintahan tentang pendaftaran tanah sistematis lengkap.
b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk perencanaan, pelaksanaan, pengambilan keputusan dan evaluasi kinerja oleh pejabat di kantor pertanahan, pejabat desa terkait, dan masyarakat khususnya yang berada di Kabupaten Lombok Barat dalam rangka pendaftaran tanah sistematis lengkap di waktu yang akan datang.
D. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk mempermudah penulisan penelitian ini, agar lebih terarah dan berjalan dengan baik, maka perlu dibuat suatu batasan. Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan penelitian ini adalah mengenai bagaimana Strategi Badan Pertanahan Nasional Dalam Menanggulangi Kendala Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Kabupaten Lombok Barat.
No comments:
Post a Comment