6.24.2022

PERANAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM MENINGKATKAN PEMBANGUNAN DI DESA GILI GEDE KECAMATAN SEKOTONG KABUPATEN LOMBOK BARAT TAHUN 2013

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Dalam konteks sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia yang membagi daerah Indonesia atas daerah-daerah besar dan daerah kecil, dengan bentuk dan susunan tingkatan pemerintahan terendah adalah desa atau kelurahan. Dalam konteks ini, pemerintahan desa adalah merupakan sub sistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan nasional yang langsung berada di bawah pemerintah kabupaten.

Pemerintah Desa sebagai ujung tombak dalam sistem pemerintahan daerah akan berhubungan dan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Karena itu, sistem dan mekanisme penyelenggaraan pemerintahan daerah sangat didukung dan ditentukan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai bagian dari Pemerintah Daerah. Struktur pemerintahan di Desa Gili Gede Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat secara kelembagaan dan mekanisme kerja merupakan tingkatan pemerintahan. Reformasi pemerintahan dan otonomi daerah yang selama ini dilaksanakan sebenarnya adalah harapan baru bagi pemerintah dan masyarakat desa khususnya untuk membangun Desanya sesuai kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Bagi sebagian besar aparat pemerintah Desa di Desa Gili Gede Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat, otonomi adalah suatu peluang baru yang dapat membuka ruang kreativitas bagi aparatur desa dalam mengelola desanya.

Sementara itu, dari sisi masyarakat, poin penting yang dirasakan di dalam era otonomi daerah adalah semakin transparannya pengelolaan pemerintah desa dan semakin pendeknya rantai birokrasi, dimana hal tersebut secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh positif terhadap jalannya pembangunan desa. Dalam rangka melaksanakan kewenangan yang dimiliki untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya, dibentuklah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai lembaga legislasi dan wadah yang berfungsi untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Lembaga ini pada hakikatnya adalah mitra kerja Pemerintah Desa yang memiliki kedudukan yang sejajar dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dapat membuat Rancangan Peraturan Desa yang secara bersama-sama Pemerintah Desa ditetapkan menjadi Peraturan Desa. Dalam hal ini,  BPD sebagai lembaga pengawasan memiliki kewajiban untuk melakukan kontrol terhadap implementasi peraturan desa serta anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes). Badan Permusyawaratan Desa (BPD) bukan merupakan lembaga pertama yang berperan sebagai lembaga penyalur aspirasi masyarakat desa melainkan perbaikan dari lembaga sejenis yang pernah ada sebelumnya, seperti Lembaga Masyarakat Desa (LMD) yang direvisi menjadi Badan Perwakilan Desa (BPD)  yang oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 diubah menjadi Badan Permusyawaratan Desa (BPD). 

Pemerintahan di Desa Gili Gede Kecamatan Sekotong Kabupaten telah berjalan selama 3 periode dimana pembangunan desa yang diharapkan masyarakat berjalan dengan lancar sehingga bisa dikatakan  hubungan antara Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa sebagai penentu pelakasanaan pembangunan desa benar – benar dioptimalkan demi kemakmuran masyarakat. Dilihat dari Undang-undang nomor 32 tahun 2010 telah memberikan legitimasi kepada Badan Permusyarakatan Desa (BPD) untuk melakukan pengawasan yang penuh terhadap pelaksanaan pemerintahan seorang Kepala Desa. Kepala Desa, berdasarkan undang-undang nomor 32 tahun 2010 bertanggung jawab kepada rakyat melalui BPD (Badan Perwakilan Desa) dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya pada Bupati. Sedangkan Undang-undang nomor 32 tahun 2004 sama sekali tidak memberikan legitimasi untuk itu. Pengaturannya lebih lanjut didasarkan pada peraturan pemerintah. Namun Badan Permusyawaratan Desa memiliki fungsi kontrol yang  sangat berbeda jauh dengan Badan Perwakilan Desa. Dalam Badan Permusyawaratan Desa fungsi kontrol terhadap kepala Desa dalam menjalankan tugasnya lemah. Selain itu, terdapat beberapa kelemahan dari Badan Permusyawaratan Desa, antara lain tidak melibatkan partisipasi langsung masyarakat/pemilihan langsung, keanggotaan berbasis tokoh masyarakat yang tidak mencerminkan keanggotaan desa, Kekuatan legitimasi lemah tetapi membuat peraturan desa, Fungsi kontrol ada pada badan musyawarah desa, namun dalam hal pengambilan keputusan terkait sanksi diserahkan kepada Camat dan Bupati, sebagian besar badan permusyawaratan desa hanya digunakan sebagai alat pembenaran oleh pemerintah.

Telah begitu banyak peraturan yang mengatur tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD) tanpa implementasi yang jelas menjadikan penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana sebenarnya kinerja Badan Permusyawaratan Desa (BPD) itu, apakah benar-benar membantu pemerintah desa dalam penyelenggaraan pemerintahan atau hanya menjadi simbol demokrasi tanpa implementasi, atau malah menimbulkan masalah yang tidak perlu, yang hanya akan menghabiskan energi yang sesungguhnya lebih dibutuhkan oleh masyarakat desa untuk melepaskan diri dari jerat kemiskinan dan krisis ekonomi. Berdasarkan pengamatan awal dan informasi yang didapatkan oleh peneliti bahwa kinerja Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Gili gede telah berjalan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan terpilihnya kembali pengurus Badan Permusyawaratan Desa (BPD) pada periode sebelumnya secara keseluruhan sehingga kesimpulan awal yang didapat oleh peneliti bahwa tugas pokok dan fungsi BPD di desa telah dilaksanakan dengan baik ataukah ada faktor lain yang menunjang terpilihnya BPD di Desa Gili Gede sebanyak 2 (dua) periode. Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan-permasalahan tersebut dengan mengangkat suatu judul penelitian yaitu Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Meningkatkan Pembangunan di Desa Gili Gede Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat.”

1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang di atas, maka berikut dirumuskan tentang beberapa permasalahan pokok dalam penelitian ini yaitu:

1.     Apakah sudah terlaksana pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam meningkatkan pembangunan di Desa Gili Gede Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat?

2.     hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam meningkatkan pembangunan di Desa Gili Gede Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat?

1.3  Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak dicapai  atau apa yang menjadi tujuan penelitian tentunya harus jelas diketahui sebelumnya. Adapun  yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a.     Ingin mengetahui pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam meningkatkan pembangunan di Desa Gili Gede Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat.

b.     Ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tugas pokok  dan fungsi Badan Permusyaratan Desa (BPD) dalam meningkatkan pembangunan di Desa Gili Gede Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat.

1.4  Manfaat Penelitian

                        Adapun kegunaan atau manfaat dilakukannya penelitian ini adalah:

1.     Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperluas wawasan keilmuan, khususnya dalam ilmu administrasi negara.

2.     Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian bagi anggota Badan Permusyaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa khususnya di Desa Gili Gede Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat untuk saling memberi ruang gerak berdasarkan fungsi dan perannya masing-masing dan menjadi bahan kajian dalam rangka meningkatkan efektifitas kerja dalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang demokratis berdasarkan nilai-nilai budaya masyarakat setempat.

3.     Secara akademis, dapat menjadi kajian bagi peneliti selanjutnya utamanya bagi yang meneliti pada  hal yang sama  dan sesuai dengan kebutuhan praktis maupun teoritis dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan.

1.5  Kerangka Konseptual

Sebagai wujud implementasi dari pasal 209 Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan pasal 29 Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2005 tentang desa, maka pemerintah Kabupaten Lombok Barat  menerbitkan Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat No.13 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Desa. Berdasarkan Peraturan tersebut kemudian   dibentuklah Badan  Permusyawaratan Desa yang memiliki fungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa dan menampung serta menyalurkan aspirasi masyarakat kepada Pemerintah Desa. Untuk menjadikan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang efektif dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, dalam hal ini efektif bermakna bahwa Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dapat menjalankan fungsinya dengan baik yaitu mampu menampung dan menyalurkan aspirasi dari masyarakat kepada Pemerintah Desa serta berhasil menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa yang dapat dilihat dari beberapa indikator yang telah ditentukan dalam tugas dan wewenang Badan Permusyawaratan Desa (BPD), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerjanya yaitu masyarakat, pola hubungan kerja sama dengan pemerintah desa, pendapatan/insentif, rekruitmen anggota, dan fasilitas operasional. 


BAB II

LANDASAN TEORI

 

2.1  Pengertian Peranan

Pengertian peranan menurut Soerjono Soekanto, (2002;243) adalah :“Peranan merupakan aspek dinamisi kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan.”

Konsep tentang peran (role) menurut Komaruddin (1994;768) mengungkapkan sebagai berikut :

1.     Bagian dari tugas utama yang harus dilakukan oleh manajemen.

2.     Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status.

3.     Bagian suatu fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata.

4.     Fungsi yang diharapkan atau menjadi karakteristik yang ada padanya.

5.     Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat diambil pengertian bahwa peranan merupakan penilaian sejauh mana fungsi seseorang atau bagian dalam menunjang usaha pencapaian tujuan yang ditetapkan atau ukuran mengenai hubungan 2 (dua) variabel yang mempunyai hubungan sebab akibat. sedangkan peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Misalnya dalam keluarga, perilaku Ibu dalam keluarga diharapkan bisa memberi anjuran, memberi penilaian, memberi sanksi dan lain-lain. Adapun makna dari kata “peran” dapat dijelaskan lewat beberapa cara.

Pertama, suatu penjelasan historis menyebutkan, konsep peran semula dipinjam dari keluarga drama atau teater yang hidup subur pada jaman Yunani Kuno (Romawi). Dalam arti ini, peran menunjuk pada karakteristik yang disandang untuk dibawakan oleh seseorang actor dalam sebuah pentas drama.

Kedua, suatu penjelasan yang menunjuk pada konotasi ilmu sosial, yang mengartikan peran sebagai suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu karakteristik (posisi) dalam struktur sosial. Ketiga, suatu penjelasan yang lebih bersifat operasional menyebutkan bahwa peran seorang actor adalah suatu batasan yang dirancang oleh aktor lain, yang kebetulan sama-sama berada dalam suatu batasan yang dirancang oleh actor lain, yang kebetulan sama-sama berada dalam satu “penampilan/unjuk peran (role permormance)”. Pada dasarnya ada dua paham yang dipergunakan dalam mengkaji teori peran yakni paham strukturisasi dan paham interaksionis. Paham strukturisasi lebih mengaitkan antara peran-peran sebagai unit cultural, serta mengacu keperangkat hak dan kewajiban, yang secara normative telah direncanakan oleh sistem budaya.

Sistem budaya tersebut, menyediakan suatu sistem operasional, yang menunjuk pada suatu unit dan struktur sosial. Pada intinya, konsep struktur menonjolkan suatu kondisi pasif-statis, baik pada aspek permanensasi maupun aspek saling-kait antara posisi satu dengan lainnya. Paham interaksionis, lebih memperlihatkan konotasi aktif-dinamis dari fenomena peran terutama setelah peran tersebut merupakan suatu perwujudan peran (role performance), yang bersifat lebih hidup serta lebih organis, sebagai unsur dari sistem sosial yang telah diinternalisasi oleh self dari individu pelaku peran. Dalam hal ini, pelaku peran menjadi sadar akan struktur sosial yang didudukinya. Karenanya ia berusaha untuk selalu nampak dan dipersepsi oleh pelaku lainnya sebagai “tak menyimpang” dari harapan yang ada dalam masyarakatnya. Tidak dapat dipungkiri perilaku seseorang sangat diwarnai oleh banyak faktor, serta persepsinya tentang faktor-faktor tersebut. Persepsi yang dimiliki itu pulalah yang turut menentukan bentuk sifat dan intensitas peranannya dalam kehidupan organisasional. Tidak dapat disangkal pula, bahwa manusia sangat berbeda-beda, seseorang dengan lainnya, baik dalam arti kebutuhannya, bagi kategori umum, maupun dalam niatnya yang kesemuanya tercermin dalam kepribadian masing-masing.

Keanekaragaman kepribadian itulah, justru yang menjadi salah satu  tantangan yang paling berat untuk dihadapi oleh setiap pimpinan dan kemampuan menghadapi tantangan itu pulalah salah satu indicator terpenting, bukan saja daripada efektifitas kepemimpinan seseorang akan tetapi juga mengenai ketangguhan organisasi yang dipimpinnya. Karena demikian eratnya kaitan antara persepsi seseorang dengan kepribadian dan perilakunya, maka mutlak perlu bagi pimpinan organisasi untuk memahami dan mendalami persepsi bawahannya, baik yang menyangkut peranan bawahan tersebut dalam usaha pencapaian tujuan organisasi maupun mengenai berlangsungnya seluruh proses administrasi dan manajemen dalam organisasi yang bersangkutan. Pegertian peran adalah cara individu memandang dirinya secara utuh meliputi fisik, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual.

Dari penjelasan diatas dapat penulis simpulkan bahwa peran dalam suatu pola sikap, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang yang berdasarkan posisinya di masyarakat. Sementara posisi tersebut merupakan identifikasi dari status atau tempat seseorang dalam suatu sistem sosial dan merupakan perwujudan dan aktualisasi diri. Peran juga diartikan sebagai serangkaian perilaku yang diharapakan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu dalam kelompok sosial.

2.2  Desa

Struktur politik desa dan kelurahan merupakan struktur politik paling rendah dalam bangunan politik nasional. Meskipun demikian, struktur politik desa dan kelurahan mempunyai peran penting dalam bangunan struktur politik nasional. Sebab, disitulah kehidupan politik riil ada dengan segala dinamikanya.

Kata Desa hanya dikenal di pulau Jawa. Ada beberapa penyebutan lain yang merujuk pada pengertian desa, yaitu Dusun, Kuta, Gampong, Nagari dan seterusnya. Desa adalah :

  1. Sekelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan; kampung; dusun;
  2. Udik atau dusun;
  3. Tempat; tanah; daerah. Pengertian ini berangkat dari kontras pemahaman mengenai kota. (Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia 2001).

Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum  yang  mempunyai  organisasi pemerintahan terendah, langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. (A.W. Widjaja : 2002; 19) “Desa adalah  kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten “.(UU No. 32 Tahun 2004).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, terdapat pada Pasal 1 Ayat (12) dijelaskan bahwa secara umum Desa dipahami sebagai tempat bermukim penduduk dengan perkembangan baik secara ekonomi maupun sosial jauh tertinggal bila dibandingkan dengan kota. Biasanya dicirikan dengan pola kehidupan dan rutinitas“Desa juga dapat mengandung arti sebagai tempat orang hidup dalam ikatan keluarga dalam suatu kelompok perumahan dengan saling ketergantungan yang besar di bidang sosial ekonomi. Karena desa biasanya terdiri dari rumah tangga petani dengan kegiatan produksi, konsumsi dan investasi sebagai hasil keputusan keluarga bersama”. (Bintoro : 2003 : 31). “Desa juga dapat mengandung arti sebagai tempat orang hidup dalam ikatan keluarga dalam suatu kelompok perumahan dengan saling ketergantungan yang besar di bidang sosial ekonomi. Karena desa biasanya terdiri dari rumah tangga petani dengan kegiatan produksi, konsumsi dan investasi sebagai hasil keputusan keluarga bersama”. (Bintoro : 2003 : 31).

Berdasarkan pengertian tersebut, maka ada dua sudut pandang dalam memberikan pengertian tentang desa, pertama dari sudut pandang sosiologis, desa diartikan dengan cara membedakan antara penduduk kota dengan desa serta homoginitas dan hubungan antar individu masyarakat setempat. Kedua dari sudut pandang ekonomi yang memandang desa dari mata pencaharian dan tata cara dalam melakukan kegiatan-kegiatan perekonomian masyarakat setempat.

Dengan demikian Desa dapat dikatakan sebagai suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri (Soetardjo K. :  2000 :16).

Berdasarkan tersebut ketiga konsep memandang desa dari sudut hukum dan politis. Dimana dalam pengertian tersebut menekankan pada organisasi kekuasaan atau pemerintahan yang memiliki kewenangan untuk mengurus dan mengatur tata kehidupan masyarakat itu sendiri dan merupakan organisasi pemerintah terendah di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia baik sebagai akibat dari posisi politis yang merupakan bagian dari negara maupun akibat dari hal asal-usul dan adat istiadat yang dimilikinya.

Berdasarkan pengertian di atas desa memiliki ciri-ciri secara umum adalah sebagai berikut:

a)     Desa umumnya terletak di atau sangat dekat dengan pusat wilayah
usaha pertanian.

b)    Dalam wilayah tersebut, pertanian merupakan kegiatan ekonomi dominan.

c)     Faktor penguasaan tanah menentukan corak kehidupan masyarakatnya.

d)    Populasi penduduknya sebagian besar bersifat informal dan interaksi antara warga desa lebih bersifat personal.

e)     Mempunyai tingkat homoginitas yang relatif tinggi dan ikatan sosial relatif lebih ketat dibanding kota.

Jadi penulis dapat menyimpulkan desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki organisasi pemerintah terendah dan berhak mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.3  Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Badan Permusyawaratan Desa merupakan perwujudan demokrasi di desa. Demokrasi yang dimaksud adalah bahwa agar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan harus memperhatikan aspirasi dari masyarakat yang diartikulasikan dan diagresiasikan oleh Badan Permusyaratan Desa (BPD) dan lembaga masyarakat lainnya.

Badan Permusyawaratan Desa merupakan perubahan nama dari Badan Perwakilan Desa yang ada selama ini. Perubahan  ini didasarkan pada kondisi faktual bahwa budaya politik lokal yang berbasis pada filosofi “musyawarah untuk mufakat”. Musyawarah berbicara tentang proses, sedangkan mufakat berbicara tentang hasil. Hasil yang diharapkan diperoleh dari proses yang baik. Melalui musyawarah untuk mufakat, berbagai konflik antara para elit politik dapat segera diselesaikan secara arif, sehingga tidak sampai menimbulkan goncangan-goncangan yang merugikan masyarakat luas.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat (UU No. 32 Tahun 2004 pasal 2009). Oleh karenanya Badan Permusyaratan Desa (BPD) sebagai badan permusyawaratan yang berasal dari masyarakat Desa, disamping mejalankan fungsinya sebagai jembatan penghubung antara Kepala Desa dengan masyarakat desa, juga dapat menjadi lembaga yang berperan sebagai lembaga representasi dari masyarakat.

Sehubungan dengan fungsinya menetapkan peraturan desa maka Badan Permusyaratan Desa (BPD) bersama-sama dengan Kepala Desa menetapkan Peraturan desa sesuai dengan aspirasi yang datang dari masyarakat, namun tidak semua aspirasi dari masyarakat dapat ditetapkan dalam bentuk peraturan desa tapi harus melalui berbagai proses sebagai berikut :

1)  Artikulasi adalah penyerapan aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh Badan Permusyaratan Desa (BPD).

2)  Agresi adalah proses megumpulkan, mengkaji dan membuat prioritas aspirasi yang akan dirumuskan menjadi Peraturan Desa.

3)  Formulasi adalah proses perumusan Rancangan Peraturan Desa yang dilakukan oleh Badan Permusyaratan Desa (BPD) dan/atau oleh Pemerintah Desa.

4)  Konsultasi adalah proses dialog bersama antara Pemerintah Desa dan BPD dengan masyarakat.

Berdasarkan berbagai proses tersebut kemudian barulah suatu peraturan desa dapat ditetapkan, hal ini dilakukan agar peraturan yang ditetapkan tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Adapun materi yang diatur dalam peraturan desa harus memperhatikan dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang ada seperti :

a.  Landasan hukum materi yang diatur agar Peraturan Desa yang diterbitkan oleh Pemerintah Desa mempunyai landasan hukum;

b.  Landasan filosofis materi yang diatur, agar peraturan Desa yang diterbitkan oleh Pemerintahan Desa jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai hakiki yang dianut ditengah-tengah masyarakat.

c.  Landasan kultural materi yang diatur agar Peraturan Desa yang diterbitkan oleh Pemerintahan Desa tidak bertentang dan nilai-nilai yang hidup ditengah-tengah masyarakat;

d.  Landasan politis materi yang diatur agar Peraturan Desa yang diterbitkan oleh Pemerintahan Desa dapat berjalan sesuai dengan tujuan tanpa menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat.

Materi muatan peraturan perundang-undangan harus mengandung azas pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, bhineka tunggal ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum, dan/atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Anggota Badan Permusyaratan Desa (BPD) adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Pimpinan Badan Permusyaratan Desa (BPD) dipilih dari dan oleh anggota Badan Permusyaratan Desa (BPD). Masa jabatan anggota Badan Permusyaratan Desa (BPD) adalah 6(enam) tahun dan dapat dipilh lagi untuk 1(satu) kali masa jabatan berikutnya. Syarat dan tata cara penetapan anggota dan pimpinan Badan Permusyaratan Desa (BPD) diatur dalam Peraturan Daerah yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Adapun jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa ditentukan berdasarkan jumlah penduduk desa yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut :

a.     Jumlah penduduk desa sampai dengan 1.500 jiwa, jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebanyak 5 (lima) orang.

b.     Jumlah penduduk desa antara 1.501 sampai dengan 2.000 jiwa, jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebanyak 7 (tujuh) orang.

c.     Jumlah penduduk desa antara 2.001 sampai dengan 2.500 jiwa, jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebanyak 9 (Sembilan) orang.

d.     Jumlah penduduk desa antara 2.501 sampai dengan 3.000 jiwa, jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebanyak 11 (sebelas) orang.

e.     Jumlah penduduk lebih dari 3.000 jiwa, jumlah anggota Badan Permusyawaratan  Desa (BPD) sebanyak 13 (tiga belas) orang.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat No. 13 Tahun 2007 tentang pemerintahan Desa, persyaratan menjadi anggota Badan Permusyaratan Desa (BPD) adalah penduduk desa warga Negara Republik Indonesia dengan beberapa persyaratan mengikat. Pencalonan anggota Badan Permusyaratan Desa (BPD) diatur dalam pasal 34 Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat No. 13 Tahun 2007, yang terdiri dari Ketua Rukun Warga, Pemangku Adat, Golongan Profesi, Pemuka Agama, Tokoh Pemuda dan Tokoh Wanita dan/atau Pemuka masyarakat lainnya, dan merupakan wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah, serta beberapa persyaratan lain yang mengikat.

Selanjutnya, dalam pasal 29 mengatur 6 butir tugas dan wewenang Badan Permusyaratan Desa (BPD), yaitu :

a.     Membahas rancangan peraturan Desa bersama Kepala Desa.

b.     Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa.

c.     Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa.

d.     Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa.

e.     Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat, dan

f.      Menyusun tata tertib Badan Permusyaratan Desa (BPD).

Adapun Hak Badan Permusyaratan Desa (BPD) diatur dalam pasal 30 Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat No. 13 Tahun 2007, yaitu :

a.     Meminta keterangan kepada pemerintah Desa.

b.     Menyatakan pendapat.

Kewajiban Anggota Badan Permusyaratan Desa (BPD) diatur dalam pasal 32 Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat No. 13 Tahun 2007, yaitu :

1.     Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa;

2.     Mempertahankan dan memelihara hukum nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

3.     Menyerap, menampung, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;

4.     Memproses pemilihan Kepala Desa;

5.     Mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan;

6.     Menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat; dan

7.     Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan.

Pada pasal selanjutnya (pasal 105) dijelaskan bahwa :

1)      Anggota Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh penduduk Desa yang memenuhi persyaratan.

2)      Pimpinan Badan Perwakilan Desa dipilih  dari dan oleh anggota.

3)      Badan Perwakilan Desa bersama dengan Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa.

4)      Pelaksanaan Peraturan Desa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.

Selain itu, dikenalkannya Badan Perwakilan Desa adalah untuk memperkenalkan adanya lembaga legislatif, dan mempunyai kewenangan-kewenangan legislasi pada umumnya di Desa. Hal ini berbeda dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Badan Perwakilan Desa yang semula diharapkan dapat menjalankan fungsi check and balance di Desa, telah dikurangi perannya. Di desa, berdasarkan undang-undang ini, tidak mengenal lagi lembaga perwakilan. Yang ada adalah lembaga Permusyawaratan Desa yang disebut dengan Badan Permusyawaratan Desa. Pada pasal 209 undang-undang tersebut dijelaskan bahwa  “Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.” Pada pasal selanjutnya (pasal 210), dijelaskan bahwa :

1)    Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD)adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat.

2)    Pimpinan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dipilih dari dan oleh Anggota Badan Permusyawaratan Desa.

3)    Masa jabatan anggota Badan Permusyawaratan desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

4)    Syarat dan penetapan anggota Badan Permusyawaratan Desa diatur dalam Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

BPD sebagai wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila berkedudukan sejajar dan menjadi mitra Pemerintah Desa. Menurut Soemartono ; 2006 terdapat beberapa jenis hubungan antara pemerintah desa dan Badan Perwakilan Desa. Pertama, hubungan dominasi artinya dalam melaksanakan hubungan tersebut pihak pertama menguasai pihak  kedua. Kedua, hubungan subordinasi artinya dalam melaksanakan hubungan tersebut pihak kedua menguasai pihak pertama, atau pihak kedua dengan sengaja menempatkan diri tunduk pada kemauan pihak pertama. Ketiga, hubungan kemitraan artinya pihak pertama dan kedua selevel dimana mereka bertumpu pada kepercayaan, kerjasama dan saling menghargai. Dalam pencapaian tujuan mensejahterakan masayarakat desa, masing-masing unsur Pemerintah Desa dan Badan Permusyaratan Desa (BPD) dapat menjalankan fungsinya dengan mendapat dukungan dari masyarakat setempat. Oleh karena itu hubungan yang bersifat kemitraan antara Badan Permusyaratan Desa (BPD) dengan Pemerintah Desa harus didasari pada filosofi antara lain (Wasistiono 2006:36) :

1.     Adanya kedudukan yang sejajar diantara yang bermitra;

2.     Adanya kepentingan bersama yang ingin dicapai;

3.     Adanya prinsip saling menghormati;

4.     Adanya niat baik untuk membantu dan saling mengingatkan.

2.4  Pemerintahan Desa

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan peraturan pemerintah nomor 72 tahun 2005 tentang pemerintah desa disebutkan bahwa : “Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara kesatuan republik Indonesia.”

Desa adalah wilayah yang penduduknya saling mengenal, hidup bergotong royong, memiliki adat istiadat yang sama, dan mempunyai tata cara sendiri dalam mengatur kehidupan masyarakatnya.

Desa merupakan garda depan dari sistem pemerintahan Republik Indonesia yang keberadaannya merupakan ujung tombak dari pelaksanaan kehidupan yang demokratis di daerah. Peranan masyarakat desa sesungguhnya merupakan cermin atas sejauh mana aturan demokrasi diterapkan dalam Pemerintah Desa sekaligus merupakan ujung tombak implementasi kehidupan demokrasi bagi setiap warganya.  Menurut kamus Bahasa Indonesia Pemerintah berasal dari kata “Perintah”, yang berarti suatu individu yang memiliki tugas sebagai pemberi perintah. Definisi dari Pemerintahan adalah suatu lembaga yang terdiri dari sekumpulan orang-orang yang mengatur suatu masyarakat yang meliliki cara dan strategi yang berbeda-beda dengan tujuan agar masyarakat tersebut dapat tertata dengan baik. Begitupun dengan keberadaan pemerintahan desa yang telah dikenal lama dalam tatanan pemerintahan di Indonesia bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka.

Sementara itu dalam sistem pemerintahan indonesia juga dikenal pemerintahan desa dimana dalam perkembangannya desa kemudian tetap dikenal dalam tata pemerintahan di Indonesia sebagai tingkat pemerintahan yang paling bawah dan merupakan ujung tombak pemerintahan dan diatur dalam peraturan perundang-undangan. Selain itu juga banyak ahli yang mengemukakan pengertian tentang desa diantaranya menurut Roucek dan Warren (dalam Arifin, 2010:78) yang mengemukakan mengenai pengertian desa yaitu desa sebagai bentuk yang diteruskan antara penduduk dengan lembaga mereka di wilayah tempat dimana mereka tinggal yakni di ladang-ladang yang berserak dan di kampung-kampung yang biasanya menjadi pusat segala aktifitas bersama masyarakat berhubungan satu sama lain, bertukar jasa, tolong-menolong atau ikut serta dalam aktifitas-aktifitas sosial”. Widjaja (2005:3), mengemukakan mengenai pengertian dari desa adalah suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa dimana landasan pemikiran dalam mengenai pemerintahan desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat. Terkhusus mengenai bentuk desa di Gili Gede, Koentjaraningrat dkk (2005:271) mengemukakan bahwa desa sekarang merupakan kesatuan-kesatuan administratif, gabungan-gabungan sejumlah kampung-kampung lama yang disebut desa-desa gaya baru. Selain itu tinjauan tentang desa juga banyak ditemukan dalam undang-undang maupun peraturan-peraturan pemerintah sebagaimana yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa.

Pemerintahan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah kepala Desa dan perangkat Desa sebagai unsur peneyelenggara pemerintahan Desa. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Sedangkan pasal 202 menjelaskan Pemerintahan Desa secara lebih rinci dan tegas yaitu bahwa pemerintah terdiri atas Kepala Desa dan Perangkat Desa, adapun yang disebut perangkat Desa disini adalah Sekretaris Desa, pelaksana teknis lapangan, seperti Kepala Urusan, dan unsur kewilayahan seperti Kepala Dusun atau dengan sebutan lain.

Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya Kepala Desa bertanggung jawab kepada rakyat melalui surat keterangan persetujuan dari BPD dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya kepada Bupati dengan tembusan camat. Adapun Perangkat Desa dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Desa. Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Desa dan Perangkat Desa berkewajiban melaksanakan koordinasi atas segala pemerintahan Desa mengadakan pengawasan, dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas masing-masing secara berjenjang. Apabila terjadi kekosongan perangkat Desa, maka Kepala Desa atas persetujuan Badan Permusyaratan Desa (BPD) mengangkat pejabat perangkat Desa. Dalam Perda Kabupaten Lombok Barat No. 13 Tahun 2007 tentang pemerintahan Desa diatur mengenai tugas, wewenang, dan kewajiban Kepala Desa.

a.     Tugas Kepala Desa

Dalam pasal 4 ayat 1 Perda Kabupaten Lombok Barat No. 13 Tahun 2007, Kepala Desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan.

b.     Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Desa mempunyai wewenang :

1.     Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD;

2.     Mengajukan Rancangan Peraturan Desa;

3.     Menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD;

4.     Menyusun dan mengajukan Rancangan Peraturan Desa mengenai APB Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD;

5.     Membina kehidupan masyarakat Desa;

6.     Membina perekonomian Desa;

7.     Mengkoordinasikan pembangunan Desa secara partisipatif;

8.     Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan

9.     Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

c.  Adapun kewajiban Kepala Desa yaitu :

1.      Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Republik Indonesia tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.      Meningkatkan kesejahteraan masyarakat

3.      Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat

4.      Melaksanakan kehidupan demokrasi

5.      Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme

6.      Menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan Desa

7.      Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan

8.      Menyelenggarakan administrasi pemerintahan Desa yang baik

9.      Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan Desa

10.   Melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan Desa

11.   Mendamaikan perselisihan masyarakat di Desa

12.   Mengembangkan pendapatan masyarakat dan Desa

13.   Membina, mengayomi, dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat

14.   Memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di Desa

15.   Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup.

16.   Memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada badan Permusyawaratan Desa (BPD), serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan Desa kepada masyarakat.

2.5  Pembangunan

Proses pembangunan tidak terlepas dari sikap seseorang dalam memahami arti pembangunan.“Pembangunan adalah merupakan suatu proses pembaharuan yang terus menerus dari keadaan tertentu kepada suatu keadaan yang dianggap lebih baik”. (Bintoro Tjokroamidjojo : 2003; 22)

Sementara itu pendapat lain mengatakan “Pembangunan adalah suatu usaha perubahan menuju ke suatu keadaan yang lebih baik berdasarkan norma-norma tertentu“. (I Nyoman Bratha : 2002; 65) Jadi penulis dapat menyimpulkan bahwa pembangunan adalah suatu proses perubahan yang terjadi terus-menerus dilakukan secara terencana dan terarah menuju yang lebih baik di masa yang akan datang.

2.6  Pembangunan Masyarakat Desa

Pembangunan masyarakat Desa “.(Suyadi : 2003; 2) adalah suatu pembangunan yang berorientasi di daerah pedesaan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lahir dan batin. Pembangunan masyarakat desa dilaksanakan dalam rangka pembangunan masyarakat indonesia seutuhnya dan seluruh aspek pembangunan manusia. Pembangunan masyarakat desa merupakan  “Pembangunan masyarakat adalah :

a.     Merupakan proses perubahan yang disengaja dan terarah.

b.     Bertujuan untuk meningkatkan perekonomian warga masyarakat setempat.

c.     Mengutamakan pendayagunaan potensi dan sumber-sumber setempat.

d.     Mengutamakan kreatifitas dan inisiatif masyarakat setempat.

e.     Mengutamakan partisipasi masyarakat setempat“.(Suyadi : 2003; 4).

Pada dasarnya pembangunan masyarakat Desa dilaksanakan untuk mencapai kesejahteraan yang penuh bagi setiap warga masyarakat “Pembangunan masyarakat desa menurut ilmu sosiatri adalah “ Suatu  usaha  untuk  menciptakan  gabungan  seimbang  antara  sumber–sumber  daya  hidup yang  terdapat  di suatu daerah dengan kebutuhan masyarakat  di  daerah  itu  sedemikian  rupa  sehingga tercapai kesejahteraan yang  penuh  baik  fisik,  mental  dan  sosial bagi setiap warga masyarakat, baik secara individual maupun secara keseluruhan“. (Sarwono Wirjosoemarto : 2003; 20).  Sedangkan  “Pembangunan masyarakat Desa Sebagai suatu proses dimana anggota masyarakat desa mendistribusikan dan menentukan keinginan mereka kemuudian merencanakan dan mengerjakan bersama untuk menentukan dan memenuhi keinginan mereka tersebut”. (Batten dalam Suyadi : 2003; 1). Dengan adanya pengertian di atas maka pelaksanaan pembangunan akan berjalan lancar, karena sebelumnya sudah dimulai dengan perencanaan serta keputusan bersama, sehingga pembangunan yang dilaksanakan akan didasarkan oleh kesadaran bersama.

Demikian halnya dalam pelaksanaan pembangunan Desa, juga perlu adanya pembinaan yang terus-menerus dari pemerintah. Hal ini karena pembangunan masyarakat desa merupakan usaha yang dilaksanakan pemerintah bersama masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah pedesaan. Pembangunan masyarakat desa mempunyai ciri yang khas jika dibandingkan dengan pembangunan lainnya. Dan dari ciri khas tersebut dapat diperoleh gambaran tentang sasaran pembangunan masyarakat Desa.

“Pendapat lain mengatakan Pembangunan Masyarakat Desa antara lain:

a)     Membangun masyarakat desa berarti membangun manusia tradisional menjadi manusia modern. Adapun ciri–cirinya yaitu

1.     Siap mengalami hal–hal baru.

2.     Terbuka untuk perubahan–perubahan.

3.     Demokratis dalam menanggapi pendapat orang lain.

4.     Mampu membenntuk, memiliki dan mengajukan pendapat sendiri.

5.     Berorientasi pada masa kini dan masa yang akan datang.

6.     Mampu melakukan usaha – usaha yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, serta tidak mudah pantang menyerah.

b)    Masyarakat berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan Desa.

c)     Dalam aspek ekonomi masyarakat selalu terlibat dan ikut berpartisipasi, misalnya :

1.     Urusan kas Desa.

2.     Usaha ekonomi rakyat dan kegiatan kewirausahaan.

3.     Perlumbungan dan perkreditan rakyat.

4.     Produksi dan distribusi.

5.     Ketenagakerjaan.

6.     Bantuan pusat dan daerah.

d)    Dalam aspek sosial budaya, yaitu hubungan masyarakat dengan  urusan–urusan :

a.     Sosial.

b.     Pendidikan dan kebudayaan.

c.     Kesehatan.

d.     Kelembagaan.

e.     Gotong–royong masyarakat.

f.      Adat dan kebiasaan.

e)     Aspek agama yaitu berhubungan dengan urusan kerukunan antar umat beragama dan  lembaga keagamaan.

f)     Aspek politik, yaitu menyangkut urusan dengan pemerintahan, pajak, retribusi, pertahanan keamanan dan perlindungan masyarakat.

g)    Aspek  kependudukan dan fisik, yaitu segala sesuatu yang berhubungan   dengan kependudukan, pemukiman, tata fisik usaha tani serta prasarana  fisik  produksi  dan  pemasaran “. (C. S. T. Kansil : 2003; 128).

Melihat hal tersebut, jelas kiranya bahwa dalam pembangunan masyarakat desa terkandung masalah yang kompleks dan meliputi berbagai aspek. Karena itu agar terdapat daya guna dan hasil guna yang sebesar–besarnya diperlukan pembinaan Desa beserta isinya secara bulat dan utuh, yang sudah barang tentu menuntut adanya suatu sistem koordinasi dan integrasi usaha yang sebaik–baiknya di antara semua sektor dan aspek kehidupan masyarakat.

2.7  Tujuan dan Sasaran Pembangunan Desa

1.   Tujuan Pembangunan Desa

Berbicara mengenai pembangunan Desa, maka tidak terlepas dalam hubungan dengan tujuan pembangunan nasional, karena seperti yang dikemukakan terdahulu dalam pembangunan desa merupakan bagian integral dalam pembangunan nasional yang mencakup pembangunan di segala bidang baik fisik, material maupun mental spritual dalam suatu kesatuan integritas usaha yang menyeluruh, terpadu dan terkoordinasikan dengan memperhatikan batas-batas kepribadian nasional. Tujuan pembangunan nasional secara lengkap tercantum dalam  PP No 74 Tahun 2005. “Tujuan pembangunan pedesaan jangka panjang adalah peningkatan kesejahtraan masyrakat pedesaan secara langsung melalui peningkatan kesempatan kerja, kesempatan berusaha dan pendapatan berdasarkan pendekatan bina lingkungan, bina usaha dan bina manusia, dan secara tidak langsung adalah meletakan dasar-dasar yang kokoh bagi pembangunan nasional “  pembangunan Desa.

Dengan demikian usaha pembangunan terutama pembangunan Desa harus bertitik pangkal pada tujuan pembangunan tersebut, maka untuk ruang lingkup pembangunan Desa yang ingin dicapai adalah:

a.     Bagaimana Desa sebagai bagian masyarakat Indonesia mencapai tingkat adil dan makmur.

b.    Keadilan dan kemakmuran desa meliputi bidang material dan spritual.

c.     Kesadaran bahwa desa merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

d.    Pandangan hidup di Desa harus berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Jadi arti penting dari pembangunan desa bukan hanya sekedar membantu mereka dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi terutama dalam rangka peningkatan kualitas (taraf hidup), tetapi juga merupakan usaha untuk membentuk kemandirian dalam diri masyarakat yang pada tahap selanjutnya segala permasalahan yang ada di sekitar mereka dapat diselesaikan dan diatasi oleh mereka sendiri.

2.     Sasaran Pembangunan Desa

Berdasarkan tujuan pembangunan desa tersebut di atas, maka sasaran pembangunan desa dititikberatkan pada suatu keadaan yaitu tujuan tercapainya landasan yang kuat bagi masyarakat Desa untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatan sendiri.

Selanjutnya diharapkan bahwa daerah pedesaan bukan saja sebagai obyek pembangunan tetapi juga sebagai subyek pembangunan, dengan Sasaran utamanya adalah menjadikan desa-desa di seluruh Indonesia memiliki tingkat perkembangan Desa dengan klasifikasi Desa Swasembada yaitu desa-desa yang maju dan berkembang, dimana masyarakat memiliki taraf hidup dan kesejahteraan yang terus meningkat. (Bontarto; 2003: 25) Karena skup pembangunan Desa sangat luas, maka sasaran pembangunan desa dapat pula dititik beratkan pada sasaran seperti yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pembangunan Desa adalah:

a)     Sasaran strategis yaitu masyarakat pada unit pemerintah yang terendah di seluruh Indonesia.

b)    Sasaran aspek yaitu meliputi aspek mental/sosial kultural, aspek material maupun fisik/ekonomi, aspek pemerintah/ketertiban.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa sasaran pembangunan desa meliputi bidang masyarakat desa, baik material maupun non material. Sehubungan dengan itu jelas bahwa pembangunan desa yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, juga meliputi sasaran yang telah ditetapkan oleh pembangunan nasional seperti dikenalnya sebagai aspek/bidang pembangunan sesuai yang tercantum dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

 


BAB III

METODE PENELITIAN

 

3.1  Pendekatan Penelitian

Dilihat dari tujuannya, penelitian ini menggunakan deskriptif kuantitatif. Tujuan penelitian  deskriptif kuantitatif adalah untuk menggambarkan secara tepat sifat – sifat individu, gejala atau kelompok tertentu untuk menemukan frekuensi suatu gejala dan gejala lainnya dalam masyarakat. Dalam pendeskripsian penelitian ini menggunakan studi kasus (case study). Penelitian ini menitik beratkan pada hubungan pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Oleh karena itu, kedua lembaga inilah yang mempunyai peran penting didalam pemerintahan Desa berdasarkan kebijakan BPD. Untuk melaksanakan tugas pokok Kepala Desa bertanggung jawab kepada rakyat melalui Badan Permusyawaratan Desa (BPD)  dan menyampaikan laporan mengenai tugasnya kepada BPD dengan tembusan kepada Camat.

3.2  Sumber Data

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari informan dan responden atau sampel berdasarkan karakteristik tertentu yang di anggap mempunyai sangkut paut (Purposive Sampling) menurut Triton P.B,2007: 68). Berdasarkan hal tersebut maka jumlah sampel yang di ambil dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berjumlah 9 orang, sedangkan tokoh masyarakat berjumlah 3 orang masing-masing dusun dengan desain penelitian yang bersifat interview yang bertujuan mengetahui hal yang berhubungan dengan keadaan tertentu dengan menggunakan pertanyaan melalui wawancara,observasi dan schedule yang berisi pertanyaan-pertanyaan tentang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) ,baik dalam bentuk data kualitatif maupun kuantitatif.

b. Data Sekunder

Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dengan membaca buku literatur-literatur, dokumen, majalah dan catatan perkuliahan yang ada hubungannya dengan masalah yang dibahas.

3.3  Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah merupakan usaha untuk mengumpulkan bahan-bahan yang berhubungan dengan penelitian yang dapat berupa data, fakta, gejala, maupun informasi yang sifatnya valid (sebenarnya), realible (dapat dipercaya), dan objektif (sesuai dengan kenyataan).

1.     Observasi, yaitu proses pengambilan data dalam penelitian di mana Peneliti atau Pengamat dengan mengamati kondisi yang berkaitan dengan obyek penelitian.

2.     Kuisioner, yaitu dengan mengedarkan daftar pertanyaan kepada sejumlah responden yang telah ditentukan untuk mendapatkan jawaban atas sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan objek penelitian.

3.     Dokumentasi, teknik ini bertujuan melengkapi teknik observasi dan teknik wawancara mendalam.

3.4  Pengolahan Data

Dalam penelitian ini pengolahan data dilakukan dengan melakukan kegiatan sebagai berikut.

1.     Recording

Data yang direkam dalam penelitian ini berupa keterangan dan uraian oleh pihak Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mengenai kinerja menjalankan peran dan fungsinya dalam mendukung tata penyelenggaraan pemerintahan Desa.

2.     Editing

Data masukan dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang berupa keterangan kualitatif akan dikoreksi ulang (recheck) dengan mendasarkan diri pada konteks pendapat dan uraian wawancara dari pihak lain. Hal ini berdasarkan pendapat dan uraian dari pemerintah Desa.

3.     Indexing

Data yang terkumpul mencakup uraian wawancara dari pihak Badan Permusyawaratan Desa (BPD), pemerintahan Desa dan masyarakat yang memuat perincian peran masing – masing.

 

3.5  Analisis Data

1.     Reduksi Data

Reduksi diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyerdahanaan, pengabstraan dan transformasi data yang kasar yang muncul dari catatan – catatan hasil penelitian dilapangan dan kemudian menganalisis hasil kuisioner dari responden dengan mencari nilai persentase berdasarkan skor yang diperoleh.

2.     Menarik kesimpulan dan verifikasi

Penarikan kesimpulan ini tergantung pada besarnya kumpulan catatan mengenai data tersebut. Data – data dari hasil wawancara yang bersifat kualitatif sesuai dengan interview guide dan berfungsi sebagai pelengkap argument dari pihak – pihak yang diwawancarai.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

 

4.1       Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1    Topografi Desa Gili Gede

Jumlah penduduk di desa gili gede adalah sebanyak 1.374 jiwa dengan perincian penduduk berjenis kelamin laki-laki 670 dan perempuan berjumlah  704 jiwa, sedangkan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 422 KK.

Desa Gili gede secara administrative terdiri dari 5 (Lima) Dusun,. Dengan luas wilayah 317 KM. Wilayah tersebut sebagian besar adalah daerah pertian holtikultural dan daerah Laut, karena Desa Gili Gede terletak di Tengah laut, sisanya adalah daerah pemukiman penduduk dan fasilitas umum.

Adapun batas-batas wilayah Desa Gili Gede sebagai berikut :

a.     Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Lombok

b.     Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Pelangan

c.     Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Batu Putih

d.     Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Sekotong

 

 

 

 

 

TABEL 4.1: PENGGOLONGAN PENDUDUK DESA GILI GEDE BERDASARKAN DUSUN, JENIS, KELAMIN, JUMLAH JIWA, DAN JUMLAH KEPALA KELUARGA.

 

No

Dusun

Penduduk

Jumlah jiwa

Jumlah KK

L

P

1.

Orong bukal

112

164

276

75

2.

Pegamatan

130

120

250

87

3.

Gedang siang

153

132

285

75

4.

Tanjungan

139

115

254

95

5.

Labuan cenik

135

173

308

88

 Sumber Data: Kantor Desa Tahun 2013

 

Jika ditinjau dari mata pencaharian, sebagian besar penduduk desa gili gede memiliki pekerjaan sebagai nelayan (470 orang) pedagang kios dan bakulan (65 0rang) jasa angkutan laut (30 orang).

TABEL 4.2: PENGGOLONGAN PENDUDUK DESA GILI GEDE BERDASARKAN MATA PENCAHARIAN.

 

No.

Mata pencaharian

jumlah

Pendapatan perbulan

1.

Usaha tangkap perikanan

470

2000,000

2.

Pedaggang kios dan bakulan

65

1.200,000

3.

Jasa angkutan laut

30

3500,000

Sumber Data: Kantor Desa Tahun 2013

 

Berdasarkan tabel 4.2 tentang pendapatan masyarakat di Desa Gili Gede dapat dikategorikan cukup tinggi sebagai penunjang perekonomian masyarakat di desa tersebut.

 

 

 

 

 

 

4.1.2      Kondisi Pendidikan dan Kesehatan

Pada umumnya penduduk Desa Gili Gede telah bebas dari buta huruf dan buta aksara. Berdasarkan data-data yang ada tingkat pendidikan penduduk Desa Gili Gede adalah sebagai berikut :

TABEL 4.3: JENJANG PENDIDIKAN MASYARAKAT DI DESA GILI GEDE

 

No

Jenjang Pendidikan

Jumlah

1

Penduduk tamat SD/sedarajat

300 orang

2

Penduduk tamat SLTP/sederajat

151orang

3

Pendduk yang tamat SLTA/sederajat

299 orang

4

Penduduk tamat Diploma

9 orang

5

Penduduk tamat Strata Satu (S1)

5 orang

Sumber Data: Kantor Desa Tahun 2013

 

Di bidang pendidikan merupakan hal yang sangat penting didalam kehidupan disamping kebutuhan lainnya, baik itu pendidikan formal maupun non formal, dalam upaya meningkatkan pemahaman dan mutu pendidikan dan tinggi rendahnya pendidikan sangatlah berpengaruh sebagai salah satu penunjang pelaksanaan program pemerintah  di Desa Gili Gede.

Adapun sarana pendidikan yang terdapat di Desa Gili Gede adalah sebagai berikut :

 

TABEL 4.4: SARANA PENDIDIKAN DI DESA GILI GEDE

No

Sarana Pendidikan

Jumlah

1.

Taman kanak-kanak (TK)

1 Unit

2.

Sekolah Dasar Negeri (SDN)

1 Unit

3.

SEkolah Menengah Pertama (SMPN)

1 Unit

4.

Sekolah Menegah Atas ( SMA)

0 Unit

Sumber Data: Kantor Desa Tahun 2013

 

Dari hasil observasi di Desa Gili Gede telah tersedia lembaga pendidikan mulai dari taman-kanak (TK). Sekolah dasar (SD). Sekolah menengah pertama (SMP). Dan untuk sekolah menengah atas masih belum direalisasikan dalam pembangunan (SMA). untuk penunjang pembangunan yang berkelanjutan.

Sumber: profil desa gili gede tahun 2011

4.1.3      Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa  (BPD) di Desa Gili Gede Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat

 

Terdapat 5 tugas pokok dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Gili Gede. Pertama,  menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Kedua, membentuk panitia pemilihan Kepala Desa. Ketiga, mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa. Keempat, membahas rancangan peraturan desa bersama dengan Kepala Desa. Kelima, melakukan pengawasan terhadap peraturan desa dan peraturan Kepala Desa.

Kelima tupoksi tersebut menjadi landasan bagi BPD Desa Gili Gede dalam menyelenggarakan pemerintahan yang baik sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat Nomor 13 Tahun 2007.

4.1.4      Fungsi BPD dalam menampung dan menyalurkan aspirasi  masyarakat

Masyarakat Desa Gili Gede merupakan masyarakat yang memiliki kompleksitas kebutuhan. Sejalan dengan hal tersebut mereka membutuhkan  pelayanan yang berkualitas dari  pemerintahan desa setempat yang harus senantiasa berusaha meningkatkan kemampuan mereka untuk memberikan pelayanan  yang semakin baik sesuai tuntunan masyarakat. Salah satu tupoksi dari Badan Permusyawaratan Desa yaitu menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai wakil rakyat di desa adalah  sebagai tempat bagi masyarakat desa untuk menyampaikan aspirasinya dan untuk menampung segala keluhan-keluhan dan kemudian menindaklanjuti aspirasi tersebut untuk disampaikan kepada instansi atau lembaga terkait. Untuk itu dibutuhkan pengetahuan oleh masyarakat tentang keberadaan dan peranan BPD.

4.1.5      Hal-hal Yang Menghambat Pelaksanaan Tugas Pokok BPD

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa, yaitu : masyarakat, partisipasi masyarakat baik dalam bentuk aspirasi maupun dalam pelaksanaan suatu keputusan serta dalam mengawasi pelaksanaan peraturan desa yang dibuat bersama berperan besar dalam pelaksanaan tugas dan fungsi BPD. Masyarakat tidak hanya menjadi faktor pendukung tapi juga dapat menjadi faktor penghambat mana kala dalam penetapan suatu keputusan ada masyarakat yang kontra, hal ini menjadi suatu yang lumrah dalam setiap pengambilan keputusan; Pola hubungan kerjasama dengan pemerintah desa, sebagai unsur yang bermitra dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, BPD dan Pemerintah Desa selalu menyadari adanya kedudukan yang sejajar dimana posisi dan fungsi keduanya saling mendukung untuk terselenggaranya pemerintahan desa; Pendapatan/insentif, minimnya insentif dari pemerintah yang sekiranya dapat memacu kinerja BPD agar menjadi lebih baik; dan Rekruitmen/sistem pemilihan anggota BPD, merupakan salah satu faktor yang penting keberadaannya sebab merupakan tahap awal dalam menentukan tim kerja BPD yang diharapkan dapat memahami aspirasi masyarakat. Fasilitas Operasional, adapun kinerja BPD dalam mengefektifkan tupoksinya dapat lebih ditingkatkan dengan fasilitas operasional yang mendukung.

4.2  Analisis Data

pada langkah berikutnya dilakukan analisis data dimana sudah dijelaskan sebelumnya bahwa analisis data adalah suatu proses pengurutan data. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini peniliti menggunakan data yang dihasilkan melalui kuisioner kemudian data tersebut peneliti menganalisis secara kualitatif yaitu dengan merangkum data-data yang diperoleh melalui kuisioner kemudian  mencari nilai persentase peranan BPD berdasarkan jawaban responden.

 

 

 

TABEL 4.5: NAMA DAN JABATAN RESPONDEN ANGGOTA BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

 

NO.

NAMA RESPONDEN

JABATAN

1.

MUKSIN

KETUA

2.

NASRUDIN

WAKIL KETUA

3.

FANDI

SEKRETARIS

4.

ABDUL RASID

ANGGOTA

5.

JAMUHUR

ANGGOTA

6.

HARTAWAN

ANGGOTA

7.

BAHARUDIN

ANGGOTA

8.

AMRULLAH

ANGGOTA

9.

SAIFUDIN

ANGGOTA

Sumber Data: Kantor Desa Tahun 2013

 

Adapun tujuan peneliti memasukan tabel nama dan jabatan responden adalah untuk memaparkan jumlah sampel yang diambil terhadap anggota BPD dan yang di wawancarai lebih jelas siapa saja yang menjadi sumber data.

TABEL 4.6: DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG

PELAKSANAAN PROGRAM (BPD)

 

No.

Jawaban Responden

Bobot Nilai

Frekwensi

Skor

Persentase (%)

1.

Sangat baik

4

5

16

45.71%

2.

Baik

3

2

6

17.14%

3.

Tidak baik

2

1

2

5.55%

4.

Kurang baik

1

1

1

2.85%

JUMLAH

 

9

35

100%

Sumber Data: Hasil Olahan Kuisioner 2013

 

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui sebanyak 5 oarang yang menjawab sangat baik dan 2 orang yang menjawab baik dengan persentase 45.75% sangat baik 17.14 dengan kategori baik.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan program badan permusyawaratan desa (BPD) dapat dikatakan baik hal ini sesuai dengan jawaban responden dengan persentase pelaksanaan program BPD 45.71%.

TABEL 4.7: DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TETANG KESIAPAN MASYARAKAT DALAM MENGIKUTI KEGIATAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

 

No.

Jawaban Responden

Bobot Nilai

Frekwensi

Skor

Persentase (%)

1.

Sangat Siap

4

3

12

34.28%

2.

Siap

3

3

9

25.71%

3.

Tidak siap

2

2

4

11.42%

4.

Kurang siap

1

1

1

2.85%

JUMLAH

 

9

26

74.28%

Sumber Data: Hasil Olahan Kuisioner 2013

 

Dari tabel 4.7 hasil jawaban responden tentang kesiapan masyarakat dalam mengikuti kegiatan BPD tergolong sangat siap dengan fregwensi sangat siap 34.20% dan masih terdapat masyarakat yang kurang siap  dilihat dari hasil jawaban responden yaitu frekwensi 2.85

Berdasarkan hasil penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kesiapan masyrakat tergolong sangat siap didalam mengikuti kegiatan BPD yang diselengarakan.

TABEL 4.8: DISTRIBUSI  JAWABAN  RESPONDEN  TETANG             TANGGAPAN  MASYARAKAT  TERHADAP  PROGRAM (BPD)

 

No.

Jawaban Responden

Bobot Nilai

Frekwensi

Skor

Persentase (%)

1.

Sangat baik

4

1

4

11.42%

2.

Baik

3

4

12

34.28%

3.

Tidak baik

2

2

4

11.42%

4.

Kurang baik

1

2

2

5.71%

JUMLAH

 

9

22

62.85%

Sumber Data: Hasil Olahan Kuisioner 2013

 

Pada tabel 4.8 tentang tanggapan masyrakat terhadap program BPD tergolong baik dengan persentase 34.28% dan persentase kurang baik sebesar 5.71%

Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa tanggapan masyrakat terhadap program BPD sangatlah baik hal ini terlihat dari jawaban yang diberikan oleh responden secara langsung.

TABEL 4.9: DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TETANG KELENGKAPAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) UNTUK MELAKSANAKAN PROGRAM KERJANYA

 

No.

Jawaban Responden

Bobot Nilai

Frekwensi

Skor

Persentase (%)

1.

Sangat lengkap

4

2

8

22.85%

2.

Lengkap

3

5

15

42.85%

3.

Tidak lengkap

2

1

2

5.71%

4.

Kurang lengkap

1

1

1

2.85%

JUMLAH

 

9

26

74.28%

Sumber Data: Hasil Olahan Kuisioner 2013

 

Berdasarkan tabel 4.9 adalah jumlah responden yang mengatakan kelengkapan badan permusyawaratan desa untuk melaksanakan program-program adalah 2 orang yang mengatakan sangat lengkap dan 5 orang mengatakan lengkap dengan persentase kelengkapan 22.85 sangat lengkap dan 42.85 persentase lengkap jadi dapat dikategorikan lengkap dengan dengan skor tertinggi 15.


TABEL 4.10: DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TETANG PERAN ANGGOTA BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM MELAKSANAKAN PROGRAM DESA.

 

No.

Jawaban Responden

Bobot Nilai

Frekwensi

Skor

Persentase (%)

1.

Sangat baik

4

5

20

57.14%

2.

Baik

3

2

6

17.14%

3.

Tidak baik

2

1

2

5.55%

4.

Kurang baik

1

1

1

2.85%

JUMLAH

 

9

29

82.85%

Sumber Data: Hasil Olahan Kuisioner 2013

 

Peran anggota badan permusyawaratan desa BPD dalam melaksanakan program dilihat dari tabel 4.10 sangatlah baik dengan persentase 57.14% dan persentase kurang baik 2.85% hal tersebut dapat dilihat pada tabel 4.10 diatas dengan fregwensi yang menjawab sangat baik 5 orang dan kurang baik 1 orang

Jadi dapat disimpulkan bahwa peran BPD dalam melaksanakan program di Desa Gili Gede berkategori baik dengan persentase 57.14%

TABEL 4.11: DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TETANG PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PROGRAM DESA

.

No.

Jawaban Responden

Bobot Nilai

Frekwensi

Skor

Persentase (%)

1.

Sangat aktif

4

1

4

11.42%

2.

Aktif

3

4

12

34.28%

3.

Tidak aktif

2

2

4

11.42%

4.

Kurang aktif

1

2

2

5.71%

JUMLAH

 

9

22

62.85%

Sumber Data: Hasil Olahan Kuisioner 2013

 

Berdasarkan jawaban responden dapat digambarkan bahwa partisipasi masyarakat dalam permusawaratan desa tergolong sedang jika dilihat dari nilai persentase tabel 4.11 dihasilkan 34.28% dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masyrakat di Desa Gili Gede dalam berpartisipasi permusyawaratan desa masih kurang antusias.

TABEL 4.12: DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TETANG PANDANGAN TOKOH MASYARAKAT TERHADAP BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

 

No.

Jawaban Responden

Bobot Nilai

Frekwensi

Skor

Persentase (%)

1.

Sangat baik

4

1

4

11.42%

2.

Baik

3

6

18

51.42%

3.

Tidak baik

2

1

2

5.71%

4.

Kurang baik

1

1

1

2.85%

JUMLAH

 

9

25

71.42%

Sumber Data: Hasil Olahan Kuisioner 2013

 

Pandangan tokoh masyrakat terhadap badan permusyawaratan desa berdasarkan tabel 4.12 dimana BPD sebagai wakil rakyat di desa adalah sebagai tempat masyrakat untuk menampung segala keluhan-keluhannya dan kemudian menindak lanjuti inspirasi tersebut untuk disampaikan kepada instansi atau lembaga yang terkait. Dilihat dari tabel pandangan tokoh masyrakat terhadap BPD tergolong sedang hal ini dapat dilihat dari jawaban responden yang manjawab sangat baik 1 orang dan kurang baik 1 orang dengan nilai persentase sangat baik yaitu 11.42 dan kurang baik 2.85 dalam hal ini dapat kita simpulkan bahwa pandangan tokoh masyarakat terhadap BPD baik.

 

TABEL 4.13: DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TETANG HUBUNGAN PEMERINTAH DESA DENGAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

 

No.

Jawaban Responden

Bobot Nilai

Frekwensi

Skor

Persentase (%)

1.

Sangat baik

4

2

8

22.85%

2.

Baik

3

5

15

42.85%

3.

Tidak baik

2

1

2

5.71%

4.

Kurang baik

1

3

3

8.57%

JUMLAH

 

9

28

80.00%

Sumber Data: Hasil Olahan Kuisioner 2013

 

Berdasarkan tabel 4.13 diketahui bahwa hubungan pemerintah desa dengan badan permusyawaratan desa (BPD) dikategorikan baik dilihat dari jawaban responden yang menjawab baik 5 orang dengan skor 15 dan kurang baik 3 orang dengan skor 3  persentase sangat baik 42.85 dan kurang baik 8.57 jadi dapat disimpulakan bahwa hubungan pemerintah desa dengan BPD baik.

 

TABEL 4.14: DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG PERAN PEMERINTAH DESA DALAM MENGOPTIMALKAN FUNGSI (BPD)

 

No.

Jawaban Responden

Bobot Nilai

Frekwensi

Skor

Persentase (%)

1.

Sangat baik

4

4

16

45.71%

2.

Baik

3

1

3

8.57%

3.

Tidak baik

2

2

4

11.42%

4.

Kurang baik

1

2

2

5.71%

JUMLAH

 

9

25

71.42%

Sumber Data: Hasil Olahan Kuisioner 2013

 

Pada pemaparan sebelumnya telah diketahui bahwa peranan pemerintah desa dalam mengoptimalkan fungsi badan permusyawaratan desa (BPD) di Desa Gili Gede adalah menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Dilihat dari tabel 4.12 bahwa peran pemerintah desa di Desa Gili Gede dikategorikan sangat baik dilihat dari jawaban responden yang menjawab sangat baik 4 orang dengan skor 16 dan kurang baik 2 orang dengan skor 2  persentase sangat baik 45.71 dan kurang baik 5.71 jadi dapat disimpulakan bahwa peranan pemerintah desa dalam mengoptimalkan fungsi BPD sudah tergolong sangat baik.

TABEL 4.15: NAMA DAN JENJANG PENDIDIKAN RESPONDEN

TOKOH AGAMA DAN PEMUDA

NO.

NAMA RESPONDEN

JENJANG PENDIDIKAN

1.

BAKRI

SD

2.

SLAMET JAENI

SD

3.

USMAN

SMA

4.

HANAVI

SMP

5.

MUHAMMAD NASRI

SMA

6.

RAMLI

SMA

7.

H. MUHAMMAD RIZAL FATONI

SMA

8.

USMAN JAELANI

SMP

9.

MUNAWIR HARIS

SD

10.

H. RAMLI

SMA

11.

IBRAHIM

SMP

12.

AWALUDIN

SMP

13.

RAHMIN

SMP

14.

KARUDIN

SMA

15.

BUSANA

SMP

Sumber Data: Kantor Desa Tahun 2013

 

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa Adapun tujuan peneliti memasukan tabel nama dan jenjang pendidikan responden adalah untuk memaparkan jumlah sampel yang diambil terhadap tokoh masyrakat dan pemuda sebagai sumber data yang sebenarnya.

TABEL 4.14: DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG PERSEPSI TOKOH MASYARAKAT PADA PROGRAM BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

 

No.

Jawaban Responden

Bobot Nilai

Frekwensi

Skor

Persentase (%)

1.

Sangat baik

4

2

8

22.85%

2.

Baik

3

2

6

17.14%

3.

Tidak baik

2

4

8

22.85%

4.

Kurang baik

1

1

1

2.85%

JUMLAH

 

9

23

65.71%

Sumber Data: Hasil Olahan Kuisioner 2013

 

Berdasarkan tabel 4.14 persepsi tokoh masyrakat pada program badan permusawaratan desa dilihat dari jawaban responden yang menjawab sangat baik 2 dan tidak baik 4 orang dengan Persentase persepsi tokoh msyrakat terhadap program BPD 22.85 sangat baik dan 22.85 tidak baik. Kemudian dapat disimpulkan bahwa persepsi tokoh masyrakat terhadap program-program permusyawaratan desa tidak baik dilihat dari tabel 4.14 diatas.

TABEL 4.15: DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG PERAN TOKOH MASYARAKAT DALAM MENDORONG MASYRAKAT UNTUK MENGIKUTI KEGIATAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

 

No.

Jawaban Responden

Bobot Nilai

Frekwensi

Skor

Persentase (%)

1.

Sangat baik

4

5

20

57.14%

2.

Baik

3

2

6

17.14%

3.

Tidak baik

2

1

2

5.71%

4.

Kurang baik

1

1

1

2.85%

JUMLAH

 

9

29

82.85%

 Sumber Data: Hasil Olahan Kuisioner 2013

 

Peran tokoh masyrakat dalam mendorong masyarakat untuk mengikuti kegiatan BPD sangat dibutuhkan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyrakat secara merata dan keadilan bisa tercapai dan tidak ada kesenjangan antara masyrakat, pemerintah desa, dan BPD dalam menyusun program kegiatan selain dari itu adapun masalah-masalah didalam pembangunan dapat terpecahkan bersama demi kelancaran program pembangunan yang diselengaram oleh pemerintah. Dilihat dari tabel 4.15 bahwa peran tokoh masyarakat sudah sangat baik berdasarkan jawaban responden 5 orang yang menjawab sangat baik dan kurang baik 1 orang dengan persentase 57.14% sangat baik dan 2.85% kurang baik. 

TABEL 4.16: DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG TANGGAPAN TOKOH MASYRAKAT TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

 

No.

Jawaban Responden

Bobot Nilai

Frekwensi

Skor

Persentase (%)

1.

Sangat baik

4

1

4

11.42%

2.

Baik

3

1

3

8.57%

3.

Tidak baik

2

5

10

28.57 %

4.

Kurang baik

1

2

2

5.71%

JUMLAH

 

9

19

54.28%

Sumber Data: Hasil Olahan Kuisioner 2013

Berdasarkan tabel 4.16 tanggapan tokoh masyrakat pada terhadap pelaksanaan program badan permusawaratan desa dilihat dari jawaban responden yang menjawab sangat baik 1 dan tidak baik 5 orang dengan Persentase persepsi tokoh msyrakat terhadap program BPD 11.42% sangat baik dan 28.57% tidak baik. Dan dapat disimpulkan bahwa anggapan tokoh masyrakat terhadap program-program permusyawaratan desa tidak baik hal ini dapat dilihat pada tabel 4.16 diatas.

 

TABEL 4.17: DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG TANGGAPAN TOKOH MASYARAKAT TERHADAP KELENGKAPAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM MELAKSANAKAN PROGRAM KERJANYA

 

No.

Jawaban Responden

Bobot Nilai

Frekwensi

Skor

Persentase (%)

1.

Sangat baik

4

3

12

34.28%

2.

Baik

3

3

9

25.71%

3.

Tidak baik

2

1

2

5.71. %

4.

Kurang baik

1

2

2

5.71%

JUMLAH

 

9

25

71.42%

Sumber Data: Hasil Olahan Kuisioner 2013

 

Berdasarkan tabel 4.17 adalah tanggapan tokoh masyrakat terhadap kelengkapan badan permusawaratan desa sangat baik hal dilihat dari jawaban responden yang mengatakan sangat baik badan permusyawaratan desa untuk melaksanakan program kerjanya sebanyak 3 orang dan yang mengatakan kurang baik 2 dengan persentase 34.28% sangat baik dan 5.71% kurang baik jadi dapat dikategorikan sangat baik.

TABEL 4.18: DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG PERAN ANGGOTA BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM MELAKSANAKAN PROGRAM DESA

 

No.

Jawaban Responden

Bobot Nilai

Frekwensi

Skor

Persentase (%)

1.

Sangat siap

4

4

16

45.71%

2.

Siap

3

2

6

17.14%

3.

Tidak siap

2

2

4

11.42%

4.

Kurang siap

1

1

1

2.85%

JUMLAH

 

9

27

77.14%

Sumber Data: Hasil Olahan Kuisioner 2013

 

Peran anggota badan permusyawaratan desa dalam melaksanakan program desa dikategorikan baik dengan persentase 45.71% sangat baik dan 2.85 kurang baik.

TABEL 4.19: DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG ANGGOTA BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) AKTIF DALAM MEMBERIKAN DORONGAN AGAR MASYARAKAT BERPARTISIPASI DALAM MENGIKUTI PELAKSANAAN PROGRAM DESA

 

No.

Jawaban Responden

Bobot Nilai

Frekwensi

Skor

Persentase (%)

1.

Sangat baik

4

2

8

22.85%

2.

Baik

3

3

9

25. 71%

3.

Tidak baik

2

1

2

5.71%

4.

Kurang baik

1

2

2

5.71%

JUMLAH

 

9

21

60.00%

Sumber Data: Hasil Olahan Kuisioner 2013

 

Dilihat dari tabel 4.19 jawaban responden tentang anggota badan BPD  aktif dalam memberikan dorongan agar masyrakat berpartisipasi dalam mengikuti pelaksanaan program desa berkategori sedang dengan  persentase keaktifan BPD 22.85% dan kurang aktif 5.71%.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kuranya partisipasi masyrakat didalam permusawaratan desa karna kurang aktifnya BPD dalam mendorong masyarakat untuk berpartisipasi didalam mengikuti permusyawaratan desa.

TABEL 4.20: DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG PANDANGAN TOKOH MASYARAKAT TEHADAP BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

 

No.

Jawaban Responden

Bobot Nilai

Frekwensi

Skor

Persentase (%)

1.

Sangat baik

4

3

12

34.28%

2.

Baik

3

4

12

34.28%

3.

Tidak baik

2

1

2

5.71%

4.

Kurang baik

1

1

1

2.85%

JUMLAH

 

9

27

77.14%

Sumber Data: Hasil Olahan Kuisioner 2013

 

Berdasarkan tabel 4.20 pandangan tokoh masyrakat terhadap badan permusawaratan desa dilihat dari jawaban responden yang menjawab sangat baik 3 dan tidak baik 1 orang dengan Persentase pandangan tokoh msyrakat terhadap BPD 34. 82% sangat baik dan 2.85% tidak baik. Dan dapat disimpulkan bahwa pandangan tokoh masyrakat terhadap BPD permusyawaratan desa cukup baik dengan jumlah skor keseluruhan 27, persentase 77.14

TABEL 4.21: DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG PANDANGAN TOKOH MASYARAKAT TERHADAP HUBUNGAN PEMERINTAH DESA DENGAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

 

No.

Jawaban Responden

Bobot Nilai

Frekwensi

Skor

Persentase (%)

1.

Sangat baik

4

4

16

45.71%

2.

Baik

3

1

3

8.57%

3.

Tidak baik

2

1

2

5.71%

4.

Kurang baik

1

3

3

8.57%

JUMLAH

 

9

24

68.57%

Sumber Data: Hasil Olahan Kuisioner 2013

 

Berdasarkan tabel 4.21 pandangan masyarakat terhadap hubungan pemerintah desa dengan BPD digolongkan sangat baik dengan fregwensi 4 sangat baik dan 3 kurang baik. Persentase 45.71 dan 8.57. Hal tersebut juga dapat terlihat dari bentuk kerja sama pemerintah desa dan BPD dalam menyusun peraturan-peraturan desa dimana dalam menetapkan praturan desa, antara BPD dan kepala desa sama-sama memiliki pran yang sangat penting antara lain sebagai berikut:

a.     BPD menyetujui dikeluarkannya peraturan desa

b.     Kepala desa menandatangani peraturan tersebut

c.     BPD membuat berita acara tentang peraturan desa yang baru ditetapkan.

 

TABEL 4.22 DISTRIBUSI JAWABAN RESPONDEN TENTANG PANDANGAN TOKOH MASYARAKAT TERHADAP PERAN PEMERINTAH DESA DALAM MENGOPTIMALKAN FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

 

No.

Jawaban Responden

Bobot Nilai

Frekwensi

Skor

Persentase (%)

1.

Sangat baik

4

1

4

11.42%

2.

Baik

3

1

3

8.57%

3.

Tidak baik

2

4

8

22.85%

4.

Kurang baik

1

3

3

8.57%

JUMLAH

 

9

18

51.42%

Sumber Data: Hasil Olahan Kuisioner 2013

 

Pandangan tokoh masyarakat terhadap peran pemerintah desa dalam mengoptimalkan fungsi badan permusyawaratan Desa Gili Gede dilihat dari jawaban responden tabel 4.22% tentang pandangan tokoh masyrakat masih kurang baik yaitu dengan persentase 11.42% kategori sangat baik dan tidak baik 3 orang dengan Persentase pandangan tokoh masyarakat dalam mengoptimalkan fungsi badan permusyawaratan desa 11.42% sangat baik dan 28.57% tidak baik. Dan dapat disimpulkan bahwa anggapan tokoh masyrakat terhadap pemerintah desa dalam mengoptimalkan fungsi BPD masih kurang baik.

TABEL 4.23 TABEL PERBANDINGAN PERANAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM MENINGKATKAN PEMBANGUNAN DI DESA GILI GEDE

 

RESPONDEN

 

TOKOH MASYARAKAT DAN PEMUDA

 

ANGGOTA

 (BPD)

Total skor

9

100

9

109

Skor rata-rata

111.11%

1211.11%

persentase

61.2%

65.5%






 

Berdasarkan tabel 4.23 hasil persentase peranan badan permusyawaratan desa (BPD) dalam meningkatkan pembangunan di desa Gili Gede tergolong cukup baik.

4.3 Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis skor yang diperoleh terhadap responden yang berjumlah 9 orang anggota BPD dengan skor 100, persentase 85.71% Tokoh agama dan pemuda 9 orang dengan skor 109, persentase 95.83%  pada tabel 4.6-4.22 diketahu bahwa persentase peranan badan permusyawaratan desa (BPD) dalam meningkatkan pembangunan Desa Di Gili Gede adalah 65. 5% jadi dapat dikategorikan cukup baik dalam meningkatkan pembangunan di desa tersebut.

Dari hasil  pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa peranan badan permusyawaratan desa (BPD) cukup baik dalam meningkatkan sosialisasi pembangunan seperti infrastruktur sekolah maupun desa.

 

 

BAB V

PENUTUP

5.1  Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1.     Badan Permusyawaratan Desa Gili Gede Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat telah melaksanakan tugas dan fungsinya dengan cukup baik yaitu menjalankan program-program  yang sudah direalisasikan Desa bersama Kepala Desa hal ini dapat dilihat dari hasil analisis jawaban responden sebesar 65.5%.

2.     permasalahan BPD didalam merealisasikan pembangunan di Desa Gili Gede yaitu kurangnya pasrtisipasi masyrakat secara langsung didalam permusyawaratan pembangunan Desa dimana masyarakat bukan hanya menjadi faftor penghambat melainkan juga dapat menjadi fator pendukung didalam menyelengarakan pembangunan Desa yang berkelanjutan dan Peluang untuk tumbuh berkembang.

5.2  Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka dikemukakan beberapa saran sebagai berikut :

1.     Badan permusawaratan desa (BPD) harus lebih baik lagi didalam menjalankan program-program yang sudah direalisasikan bersama pemerintah desa.

2.     Badan permusawaratan desa (BPD) harus lebih aktif lagi untuk memberikan dorongan-dorongan agar masyarakat berpartisipasi dalam mengikuti pelaksanaan program desa dan masyrakat tidak menjadi faftor penghambat dalam penyelengraan pembangunan.

 

 

 

 

 

 


DAFTAR PUSTAKA

 

 

 

A.W. Widjaja : 2002. Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia (Dalam Rangka Sosialisasasi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah), Jakarta: PT. Grafindo Persada.

Bintoro : 2003. Otonomi Desa Merupakan Otonomi Yang asli, Bulat dan Utuh, PT Raja Grafindo Persada, jakarta 2005.

 

Bintoro Tjokroamidjojo  2003. Ilmu administrasi publik. Jakarta: Rineka cipta.

 

Batten, 2003. Pembangunan Desa dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Rajawali Press. Jakarta

 

Bontarto; 2003. Memahami Ilmu Pemerintahan: suatu kajian, teori,   konsep dan pengembangannya. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.

 

C. S. T. Kansil dkk: 2003. Kitab Undang-Undang Otonomi Daerah 1999-2001 (Kitab 1). PT Pradnya Paramitha. Jakarta.

 

M.Hariwijaya dan Triton P.B,2007 .Pedoman Penulisan ilmiah Proposal dan Skripsi.Yogyakarta.

 

Http://Www.Google.Com Peraturan Pemerintah Daerah Lombok Barat No.  13 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Desa. tanggal 22 Juni 2011

 

I Nyoman Bratha : 2002. Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja. Malang: Bayu Media.3.

 

Ismawan, Indra,. 2005. Learning Organization: Membangun Paradigma Baru Organisasi. Jakarta:Cakrawala.

 

Komaruddin.1994. Ensiklopedia Manajemen. Semarang: PT.Raja Grafindo Persada

 

Kamus Umum Bahasa Indonesia 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka.

 

Koentjaraningrat dkk 2005. Memperkokoh Otonomi Daerah. Yogyakarta : UII Press.

 

Roucek dan Warren, 2010. Politik Pemberdayaan Dalam Mewujudkan Otonomi Desa. Yogyakarta : Pondok Pustaka.

 

Soekanto, Soerjono. 2002. Pemerintah : Tugas dan Fungsi.Jakarta : Buni Aksara

 

Soetardjo K. :  2000 Pemerintahan Desa dan Administrasi Desa, PT Raja Grfindo Persada, Jakarta

 

Suyadi : 2003. Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta: Rajawali Pers.

 

Sarwono Wirjosoemarto : 2003. Masyarakat Desa dan Pembangunan Desa. Jakarta : Ghalia Indonesia.

 

Wasistiono 2006. Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa Terkait Dengan Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam Penyusunan dan Penetapan Peraturan Desa Di Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

Widjaja 2005. Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia. Semarang: Aneka Ilmu

 

No comments:

Post a Comment