PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu alat untuk menghasilkan perubahan pada diri manusia, karena dengan pendidikan manusia akan dapat mengetahui segala sesuatu yang tidak atau belum diketahui sebelumnya. Hak untuk memperoleh pendidikan harus diikuti oleh kesempatan dan kemampuan serta kemauannya. Proses pembelajaran yang edukatif tidak terjadi secara kebetulan, melainkan tercipta dari pemahaman guru terhadap tugas-tugas profesional keguruannya (Umbara, 2003 : 28).
Guru harus mampu dalam memberikan pembelajaran yang edukatif dan mudah dipahami oleh peserta didiknya, karena itu merupakan tugas dan kewajiban guru sebagai tenaga pendidik yang paling utama untuk dapat menciptakan generasi yang maju dan berbudaya. Dan didalam menjalankan tugasnya, seorang guru harus dituntut untuk bekerja secara profesional berdasarkan kemampuan yang dimiliki oleh guru profesional, meskipun profesionalitas seorang guru lebih banyak tercipta melalui pengalaman dan pemahaman pada saat mengajar baik dari dalam sekolah maupun dari luar sekolah.
Guru sebagai agen pembelajaran di Indonesia diwajibkan memenuhi tiga persyaratan seperti dijelaskan oleh Sumani (2006), yaitu kualifikasi pendidikan minimum, kompetensi, dan sertifikat pendidik merupakan bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru sebagai tenaga professional. Karena ketiga persyaratan guru profesional tersebut merupakan hal yang paling mendasar yang harus dimiliki oleh seorang guru agar bisa dikatakan guru yang profesional dan dapat bertanggung jawab terhadap tugas dan kewajibannya sebagai tenaga pendidik yang kompeten dan berwawasan luas.
Secara umum upaya peningkatan profesionalisme guru sangat terkait dengan upaya peningkatan mutu pendidikan nasional. Karena guru merupakan komponen yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan. Untuk itu guru harus mampu bekerja secara profesional dalam mengajar supaya bisa meningkatkan mutu pendidikan nasional yang sudah ditetapkan oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan juga mampu bersaing di era globalisasi saat ini. Paradigma sistem pendidikan nasional harus mencakup beberapa faktor diantaranya input, proses dan output pendidikan (Komariana dan Trianta: 2006 : 130).
Dalam pelaksanaannya, pendidikan lebih ditekankan pada upaya membangkitkan peserta didik untuk melakukan sesuatu yang bermamfaat bagi kepentingan masyarakat dan bangsa. Sehingga peran guru dalam menciptakan pembelajaran yang menggairahkan, dan menyenangkan menuntut guru lebih kreatif dan hal ini penting, karena dalam setiap pembelajaran, memiliki peranan yang sangat sentral, baik sebagai perencana, pelaksana, maupun evaluator dalam pembelajaran.(Wahyudi, 2012 : 101).
Guru sebagai satu komponen utama dalam proses pembelajaran di sekolah dituntut senantiasa berupaya meningkatkan kualitas kemampuannya, mengingat jabatan guru merupakan jabatan profesional. Karena menjadi seorang guru tidak hanya serta merta mengajar terus setelah selesai jam mengajar lalu selesai begitu saja, melainkan harus mampu untuk mengevaluasi kembali hal-hal apa saja yang menjadi kekurangan dan kelebihan pada saat menyampaikan materi kepada siswanya. Sehingga hal tersebut bisa menjadi rujukan sejauh mana pemahaman dan penerimaan siswa/siswi dalam menerima pembelajaran yang sudah disampaikan dan juga dapat mengukur sejauh mana cara guru dalam mengajar atau menyampaikan materi.
Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai tenaga pendidik guru harus mampu bekerja secara profesional, ikhlas, tanpa pamrih dan sungguh-sungguh untuk mampu memberikan pemahaman dan pandangan secara lebih luas mengenai materi apa yang di sampaikan kepada siswa-siswanya agar dapat menciptakan generasi yang mampu bersaing di era globalisasi saat ini. Untuk itu seorang guru harus mampu bekerja secara profesional dalam mengajar, supaya apa yang disampaikan oleh seorang guru dapat diterima dengan baik dan benar oleh peserta didiknya.
Seiring dengan Perkembangan dan perubahan zaman secara cepat dan terus menerus menuntut perlunya perbaikan sistem pendidikan nasional, termasuk didalamnya profesionalisme guru dalam mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia yang terkandung dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yakni “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa” sehingga mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perubahan zaman yang terus menerus maju. Untuk itu guru harus dituntut untuk bekerja secara profesional dan bisa menerapkan metode-metode baru dalam mengajar atau menyampaikan materi yang akan disampaikan pada saat mengajar peserta didiknya.
Atas dasar itulah upaya peningkatan mutu pendidikan yang harus dilakukan secara menyeluruh mencakup pengembangan dimensi manusia Indonesia seutuhnya. Pengembangan tersebut bermuara pada peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup, berbagai pelatihan dan peningkatan profesionalisme guru, penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan lainnya, dan peningkatan mutu menajemen sekolah yang diwujudkan melalui kompetensi peserta didik untuk bertahan hidup, menyesuaikan diri, dan berhasil di masa depan. Dengan demikian, peserta didik memiliki ketangguhan, kemandirian dan jati diri yang dikembangkan melalui pembelajaran yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan.
Tujuan utama dalam pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membantu siswa dalam mencapai perubahan yang diinginkan baik dibidang pendidikan, pikiran, dan karakter. Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa/siswi dalam menerima pembelajaran yang sudah disampaikan, maka seorang guru harus melakukan tugas profesionalnya dengan melakukan serangkaian penilaian hasil belajar baik melalui tes tulis dan lisan ataupun serangkaian uji coba lainnya yang memang sudah dirancang secara khusus.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan dilapangan bahwa masih banyaknya guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) yang ada di UPTD Janapria dari beberapa sampel sekolah SMP/MTS yang peneliti ambil, bahwa ada sebagian yang masih menjadi guru honorer dan belum memiliki sertivikasi, dan bahkan ada beberapa guru yang mengajar tidak sesuai dengan riwayat pendidikannya/bidang studinya, hal inilah yang mengakibatkan masih kurangnya teknik cara mengajar dan masih agak kesulitan dalam memahami materi secara mendalam karena tidak sesuai dengan bidangnya sehingga hal inilah yang mengakibatkan cara mengajar yang masih kurang profesional. Sedangkan beberapa guru yang sudah memiliki sertivikasi bisa lebih mendalam dalam memahami materi yang ada dan bisa menerapkan dengan baik metode-metode pembelajaran karena sudah mendapatkan pelatihan cara mengajar dengan baik menggunakan metode-metde pembelajaran dan guru yang sudah sertivikasi juga sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
Kendala paling mendasar yang dihadapi oleh para guru PPKn di beberapa sekolah yang ada di UPTD Janapria saat ini adalah kurang atau minimya ketersediaan sumber belajar, media, sarana dan prasarana, dan buku-buku yang memadai, sehingga hal inilah yang mengakibatkan guru agak kesulitan dalam mengembangkan dan memahami materi yang ada.
Keadaan yang seperti itu, apabila tidak dicarikan solusinya, maka akan terjadi masalah yang berkepanjangan dan makin sulit pemecahannya. Oleh karena itu sebagai orang-orang yang berkecimpung di dunia pendidikan, peneliti ingin mencoba melakukan suatu penelitian tentang “ Hubungan Proesionalitas Guru PPKn Dengan Pemahaman Konsep Kedaulatan Rakyat Dalam Sistem Pemerintahan Indonesia pada sekolah SMP/MTS yang ada di UPTD Janapria”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahannya adalah “bagaimanakah hubungan antara profesionalitas guru PPKn dengan pemahaman konsep kedaulatam rakyat dalam sistem pemerintahan Indonesia pada beberapa sekolah SMP/MTS yang ada di UPTD Janapria” ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah “untuk mengetahui hubungan antara profesionalitas guru PPKn dengan pemahaman konsep kedaulatam rakyat dalam sistem pemerintahan Indonesia pada beberapa sekolah SMP/MTS yang ada di UPTD Janapria” ?
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berharga dalam memperkaya ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan, khususnya dalam peningkatan profesionalitas dan pemahaman guru dalam memberikan pembelajaran di kelas.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Peneliti
Dapat dijadikan sebagai bahan inspirasi dalam melaksanakan semua pekerjaan secara profesional untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
2. Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan masukan bagi guru, khususnya guru mata pelajaran Ppkn guna meningkatkan keprofesionalannya sebagai seorang pendidik sehingga dapat memecahkan masalah-masalah yang timbul pada siswa.
3. Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai sumbangan dalam meningkatkan kualitas pendidikan dengan prinsip guru yang profesional, berpotensi, mandiri, disiplin, dan bertanggung jawab terhadap keberlangsungan proses kegiatan belajar mengajar di sekolah.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Profesionalitas Guru PPKn
2.1.1 Pengertian Profesi
Kata “profesi” berasal dari bahasa latin yaitu profosio yang berarti pengakuan atau “pernyataan“. Dalam perkembangannya istilah profesi kemudian memiliki berbagai makna. Dalam buku Guru Profesional (Jarvis, 1983 : 21, dalam Alma, 2014 : 116 ) menyatakan bahwa profesi adalah suatu pekerjaan yang didasarkan atas studi intelektual dan latihan yang khusus, tujuannya untuk menyediakan pelayanan keterampilan atau advise terhadap yang lain dengan bayaran atau upah tertentu. Dengan demikian tidak semua pekerjaan disebut profesi, karena hanya pekerjaan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang dapat dikatakan profesi. Syamsuddin (1996) mengartikan profesi sebagai suatu pekerjaan tertentu yang menuntut persyaratan khusus dan istimewa sehingga meyakinkan dan memperoleh kepercayaan dari pihak yang memerlukannya.
Dalam buku Guru Profesional (Nelwan, 1999 : 6, dalam Alma, 2014 : 117) mengartikan profesi dengan memandang pada tiga aspek yang mengikuti makna profesi berikut ini : Kolegial, yaitu bahwa pengetahuan dan kompetensi seseorang telah divalidasi atau diuji oleh lingkungan kerjanya. Kognitif, yaitu pengetahuan serta kompetensi tersebut berdasarkan ilmu pengetahuan rasional. Moral, yaitu penilaian profesional serta saran yang diberikan berorientasi pada suatu nilai substantif. Sedangkan dari persfektif sosiologis, profesi adalah suatu pekerjaan yang mengatur dirinya melalui suatu latihan wajib dan sistematis dan disiplin kesejawatan, yang didasarkan atas pengetahuan teknis yang spesialis, memiliki orientasi pelayanan dan bukan keuntungan serta dijunjung tinggi melalui kode etiknya.
Namun jika dilihat secara leksikal, perkataan profesi itu ternyata mengandung berbagai makna dan pengertian. Pertama, profesi itu menunjukkan dan mengungkapkan suatu kepercayaan (to Profess means to trust), bahkan suatu keyakinan (to belief in) atas sesuatu kebenaran (ajaran agama) atau kredibilitas seseorang (Hornby, 1962). Kedua, profesi itu dapat pula menunjukkan dan mengungkapkan suatu pekerjaan atau urusan tertentu a perticular business. (Hornby, 1962, dalam Ramayulis, 2013 : 27).
Menurut Sikun (1976) profesi itu pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa, karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu.
Pengertian yang singkat dan sederhana ini mengandung sejumlah makna atau pengertian yang masih perlu dikaji lebih lanjut agar kita dapat memahami keseluruhan perumusan tersebut.
1. Hakikat profesi adalah suatu pernyataan atau suatu janji yang terbuka
Suatu pernyataan atau janji yang dinyatakan oleh tenaga profesional tidak sama dengan suatu pernyataan yang dikemukakan non profesional. Pernyataan profesional mengandung makna terbuka yang sungguh-sungguh, yang keluar dari lubuk hatinya. Pernyataan demikian mengandung norma-norma atau nilai-nilai etik.
2. Profesi mengandung unsur pengabdian
Suatu profesi bukan bermaksud untuk mencari keuntungan bagi dirinya sendiri, baik dalam arti ekonomis maupun dalam arti psikis, tetapi untuk pengabdian pada masyarakat. Ini berarti, bahwa profesi tidak boleh sampai merugikan, merusak, atau menimbulkan malapetaka bagi orang lain dan bagi masyarakat. Sebaliknya, profesi itu harus berusaha menimbulkan kebaikan, keberuntungan, dan kesempurnaan serta kesejahteraan bagi masyarakat.
3. Profesi adalah suatu jabatan atau profesi
Suatu profesi erat kaitannya dengan jabatan atau pekerjaan tertentu yang dengan sendirinya menuntut keahlian, pengetahuan, dan keterampilan tertentu pula. Dalam hal ini, pekerjaan profesional berbeda dengan pekerjaan-pekerjaan lainnya, karena mempunyai fungsi sosial, yakni pengabdian kepada masyarakat.
Berdasarkan berbagai pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa profesionalitas menunjuk kepada proses peningkatan kualifikasi maupun kemampuan para anggota profesi dalam mencapai kriteria yang standar dalam penampilannya sebagai suatu profesi. Profesionalitas pada dasarnya merupakan serangkaian proses pengembangan profesional baik dilakukan melalui pendidikan/latihan prajabatan maupun latihan dalam jabatan. Profesionalitas juga merujuk pada suatu pekerjaan yang didasari atas suatu keahlian tertentu serta komitmen atau pelayanan pada klien sehingga memberikan hasil yang secara memuaskan untuk semua pihak.
2.1.2 Ciri-Ciri Profesi
Ciri pelayanan profesi adalah adanya ikatan profesi, kode etik, pengendalian batas kewenangan dan adanya pengaturan hukum untuk mengontrol praktik. Grenwood (1957) menambahkan beberapa ciri lain yaitu adanya teori yang sistematis, otoritas, sangsi dari masyarakat, dan adanya budaya khusus. Wilensky (1964) mengatakan ciri profesi yaitu pekerjaan penuh waktu, adanya pendidikan yang berhubungan dengan universitas.
Dalam buku profil pendidik profesional (Sahertian, 1994 : 27), (Chandler) menjelaskan ciri suatu profesi yang dikutip dari suatu publikasi yang dikeluarkan oleh British Intitute of Management. Disitu dikemukakan ciri suatu profesi, yaitu sebagai berikut :
a. Suatu profesi menunjukkan bahwa orang itu lebih mementingkan layanan kemanusiaan dari pada kepentingan pribadi
b. Masyarakat mengakui bahwa profesi itu punya status yang tinggi
c. Praktik profesi itu didasarkan pada suatu penguasaan pengetahuan yang khusus
d. Profesi itu selalu ditantang agar orangnya memiliki keaktivan intelektual
e. Hak untuk memiliki standar kualifikasi profesional ditetapkan dan dijamin oleh kelompok organisasi profesi
Richey, (1974) mengemukakan ciri-ciri dan syarat-syarat profesi sebagai berikut :
1. Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan dengan kepentingan pribadi
2. Seorang pekerja profesional, secara relatif memerlukan waktu yang panjang untuk mempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip penggetahuan khusus yang mendukung keahliannya.
3. Meiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut serta mampu mengikuti perkembangan dalam perkembangan dan pertumbuhan jabatan.
4. Memilki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap dan cara kerja.
5. Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.
6. Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standard pelayanan, disiplin diri dalam profesi, serta kesejahteraan anggotanya.
7. Memberikan kesempatan untuk kemajuan, spelialisasi dan seorang anggota yang permanen.
Sutisna (1987) menyatakan bahwa ciri-ciri guru profesional selalu didasarkan pada hal-hal berikut ini :
1. Suatu dasar ilmu atau teori sistematis
2. Kewenangan profesional yang diakui oleh klien
3. Sanksi dan pengakuan masyarakat akan keabsahan kewenangannya
4. Kode etik yang regulatif
5. Kebudayaan profesional
6. Perstuan profesi yang kuat dan berpengaruh.
Berkaitan dengan proses pembelajaran, profesionalitas menjadi suatu keharusan karena berkaitan dengan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengelolaan maupun praktek keguruannya. Tanpa adanya profesionalitas sulit dibayangkan suatu keberhasilan terlebih lagi dalam mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi kecendrungan dimasa depan. Namun profesionalitas dalam pendidikan akan mempunyai arti bila ditunjang dengan profesionalitas dari tenaga kependidikan itu sendiri. Tenaga kependidikan itu menurut UUSPN 1989 salah satunya adalah guru disamping pengawas, penilik, peneliti, pengelola satuan pendidikan, perencana dan pengembangan pendidikan. Profesi ini secara tegas dilindungi, dihargai, diakui dan dijamin keberadaannya secara hukum yang terdapat dalam UUSPN pasal 28 yang menyatakan bahwa kegiatan pendidikan hanya dapat dilakukan oleh tenaga pendidik, yang mempunyai wewenang mengajar, dan memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar.
2.1.2 Jenis-Jenis Kompetensi Guru Profesional
Adapun kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga kependidikan profesional yang sering disebut dengan kemampuan guru adalah sebagai berikut :
1. Kompetensi kepribadian
Dalam buku profesi dan etika keguruan ( Sumardi, dalam Ramayulis, 2013 : 55) kompetensi kepribadian ialah sifat-sifat unggul seseorang, seperti sifat ulet, tangguh, atau tabah dalam menghadapi tantangan atau kesulitan, dan cepat bangkit apabila mengalami kegagalan, memiliki etos belajar dan etos kerja yang tinggi, berpikir positif terhadap orang lain, bersikap seimbang antara mengambil dengan memberi dalam hubungan sosial, dan memiliki komitmen atau tanggung jawab. Sifat-sifat unggul seperti ini merupakan modal utama bagi setiap insan untuk meraih kesuksesan dalam hidupnya, baik kesuksesan yang bersifat batiniah maupun lahiriah.
Didalam peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan pada penjelasan pasal 28 ayat 3 butir b dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadain adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berahlak mulia.
Dengan demikian kompetensi kepribadian berarti sifat hakiki individu yang tercermin pada sikap dan perilaku. Sikap dan perbuatannya yang membedakan dirinya dari orang lain.
2. Kompetensi Sosial
Menurut PPRI No. 74 tahun 2008, tentang Undang-Undang guru dan dosen sebagaimana termuat dalam penjelasan pasal 28 ayat 3, yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan berintraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Dalam buku profesi dan etika keguruan (Ramayulis, 2013 : 73), (Muchith) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah seperangkat kemampuan dan keterampilan yang berkaitan dengan hubungan atau interaksi dengan orang lain. Artinya guru harus dituntut memiliki keterampilan berintraksi dengan masyarakat khususnya dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan menyelesaikan problem masyarakat.
Sumardi (dalam Ramayulis, 2013 : 73) juga menjelaskan kompetensi sosial sebagai berikut : kemampuan seseorang dalam berkomunikasi, membangun relasi dan kerjasama, menerima perbedaan, memikul tanggungjawab, menghargai hak orang lain, serta kemampuan memberi mamfaat kepada orang lain. Kemampuan membangun relasi meliputi kepandaian bergaul, membina persahabatan, hubungan kerja, atau jaringan bisnis.
Kompetensi sosial ini penting sekali bagi seorang guru dalam menjalani interaksi sosial, bahwa dengan kompetensi sosial dalam berkomunikasi pembicaraannya enak didengar, tidak menyakitkan, pandai berbicara dan bergaul, mudah bekerjasama, penyabar dan tidak mudah marah, tidak mudah putus asa dan cerdas mengelola emosinya. Sementara orang yang dengan kompetensi sosial rendah sering membuat orang-orang disekitarnya merasa kurang nyaman karena kesombongannya, kata-katanya yang kasar dan manyakitkan, selalu sinis.
Kompetensi sosial dari seorang pendidik merupakan modal dasar bagi pendidik yang bersangkutan dalam menjalankan tugas keguruannyha secara profesional. Kegiatan pendidikan pada dasarnya merupakan pengkhususan komunikasi personal antara guru dan siswa.
3. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik yang dimaksud dalam tulisan ini yakni antara lain kemampuan pemahaman tentang peserta didik secara mendalam dan penyelenggaraan pembalajaran yang mendidik. Kompetensi pendidik seorang guru di tandai dengan kemampuannya menyelenggarakan proses pembelajaran yang bermutu, serta sikap dan tindakan yang dapat dijadikan teladan.
Pemahaman tentang peserta didik meliputi pemahaman tentang psikologi perkembangan anak. Sedangkan pembelajaran yang mendidik meliputi kemampuan merancang pembelajaran, mengimplementasikan pembelajaran, dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan.
4. Kompetensi profesional
Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam.
Kemampuan dalam penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi.
Dalam buku Guru Profesional (Cooper, dalam Alma, 2014 :138) menjelaskan ada 4 komponen kompetensi profesional, yaitu :
1. Mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia.
2. Mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibinanya.
3. Mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat, dan bidang studi yang dibinanya.
4. Mempunyai keterampilan dalam teknik mengajar.
Menurut Johnson 1980 (dalam Ramayulis, 2013 : 138) mencakup:
1. Penguasaan materi pengajaran yang terdiri atas penguasaan bahan yang harus diajarkan dan konsep-konsep dasar keilmuan yang diajarkan dari bahan yang diajarkannya itu.
2. Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan.
3. Penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan pembelajaran siswa.
Hoyle, 1980 ( dalam Alma, 2014 :143) mengatakan bahwa konsep profesionalisasi mencakup dua dimensi yaitu “the improvement of status and the improvement of practice”. Pendapat ini mengemukakan bahwa dimensi yang pertama meliputi upaya yang terorganisir untuk memenuhi kriteria profesi yang ideal dan bila telah mencapai tingkatan profesi yang sudah mapan, maka upaya tersebut adalah mempertahankan serta membina posisi yang telah mapan itu. Profesionalisasi dalam dimensi ini mengandung implikasi untuk meningkatkan periode latihan bagi anggota profesi yang memiliki kualitas sehingga terlihat jelas batas yang berprofesi dan berhak melaksanakan profesinya secara resmi dengan tidak, selanjutnya mempunyai implikasi dalam meningkatkan kontrol terhadap aktivitas-aktivitas profesi dan kontrol atas latihan yang dilakukan anggota profesi. Dimensi kedua menurut Hoyle adalah penyempurnaan pelaksanaan (improvement of practice), meliputi penyempurnaan keterampilan secara terus menerus, serta pengetahuan dari pelaksanaannya. Karena itu konsep profesionalisasi dapat disamakan dengan pembinaan profesi.
Keberhasilan suatu pendidikan, memang ditentukan oleh banyak faktor, seperti kurikulum, sarana dan prasarana, pembiayaan, sumber pembelajaran, metode, dan alat/media pembelajaran.
2.2 Hakikat Pembelajaran PPKn
Istilah PKn yang menggunakan dengan “N” atau huruf capital merupakan singkatan dari pendidikan kewarganegaraan Pendidikan kewarganegaraan (PPKn ) merupakan pendidikan yang menyangkut status formal warga negara yang di atur dalam UU NO 2 tahun 1949, UU NO 62 Tahun 1958, UU NO 12 tahun 2006 tentang status kewarganegaraan yang telah berlaku mulai tanggal 1 Agustus 2006.
Menurut pandangan soemantri (1967) pendidikan kewargaan Negara (PKn) identik dengan istilah civic, yaitu mata pelajaran yang bertujuan membentuk atau membina kewarganegara yang baik, warga Negara yang tahu, mau sadar akan hak dan kewajibannya. Hal ini dapat di wujudkan dalam bentuk sikap, prilaku dan perbuatan yang baik (Ruminiati 2008)
Menurut Wahab dan Winataputra (2005) menyatakan bahwa perubahan istilah PKn menjadi PPKn perlu di artikan adanya pergeseran makna. Istilah PPKn yang secara teknis diartikan sebagai status formal warga Negara bergeser maknanya menjadi hal-hal yang berkenaan dengan warga Negara, yang tentunya termasuk status formal warga Negara. Sedangkan secara semantic, PPKn berasal dari WN. Ke- warganegaara-an dapat di artikan sebagai segala sesuatu yang berkenaan dengan warga Negara.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat membentuk diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang dilandasi oleh UUD 1945 (Sudjana, 2003: 4). Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang secara umum bertujuan untuk mengembangkan potensi individu warga negara Indonesia, sehingga memiliki wawasan, sikap, dan keterampilan kewarganegaraan yang memadai dan memungkinkan untuk berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Sudjatmiko, 2008: 12).
Berdasarkan pendapat di atas jelas bagi kita bahwa PPKn bertujuan mengembangkan potensi individu warga negara, dengan demikian maka seorang guru PPKn haruslah menjadi guru yang berkualitas dan profesional, sebab jika guru tidak berkualitas tentu tujuan PPKn itu sendiri tidak tercapai. Adapun tujuan dari mata pelajaran PPKn adalah sebagai berikut :
1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2. Berpartisifasi secara aktif dan bertanggung jawab, serta bertindak cerdas dalam kegiatan kemasyarakatan, berbangsa dan bernegara.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri beerdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa lainnya.
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secar langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
Secara garis besar mata pelajaran Kewarganegaraan memiliki 3 dimensi yaitu :
1. Dimensi Pengetahuan Kewarganegaraan (Civics Knowledge) yang mencakup bidang politik, hukum dan moral.
2. Dimensi Keterampilan Kewarganegaraan (Civics Skills) meliputi keterampilan partisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
3. Dimensi Nilai-nilai Kewarganegaraan (Civics Values) mencakup antara lain percaya diri, penguasaan atas nilai religius, norma dan moral luhur. (Sudjana, 2003: 4).
Landasan PPKn adalah Pancasila dan UUD 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, tanggap pada tuntutan perubahan zaman, serta Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004 serta Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kewarganegaraan yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional-Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Menengah-Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
2.3 Pemahaman
Pemahaman berasal dari kata paham yang mempunyai arti mengerti benar, sedangkan pemahaman merupakan proses perbuatan cara memahami (Zul, Fajri & Senja, 2008 : 607-608).
Pemahaman berasal dari kata paham yang artinya :
1) pengertian; pengetahuan yang banyak,
2) pendapat, pikiran,
3) aliran; pandangan,
4) mengerti benar (akan); tahu benar (akan);
5) pandai dan mengerti benar.
Pemahaman adalah bukan kegiatan berpikir semata, melainkan pemindahan letak dari dalam berdiri disituasi atau dunia orang lain. Mengalami kembali situasi yang dijumpai pribadi lain didalam erlebnis (sumber pengetahuan tentang hidup, kegiatan melakukan pengalaman pikiran), pengalaman yang terhayati. Pemahaman merupakan suatu kegiatan berpikir secara diam-diam, menemukan dirinya dalam orang lain. (Poesprodjo, 1987: 52-53)
Sudjana (1992) mengartikan pemahaman dapat dibedakan dalam tiga kategori antara lain :
1. Tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari menerjemahkan dalam arti yang sebenarnya, dan mengartikan prinsip-prinsip
2. Tingkat kedua adalah pemahaman penapsiran, yaitu menghubungkan bagian-bagian terendah dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan dengan kejadian, dan membedakan yang pokok dengan yang bukan pokok
3. Tingkat ketiga merupakan tingkat tertinggi yaitu pemahaman ekstrapolasi.
Pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari (Winkel, 1996: 245). Winkel mengambil dari taksonmi Bloom, yaitu suatu taksonomi yang dikembangkan untuk mengklasifikasikan tujuan instruksional. Bloom membagi kedalam 3 kategori, yaitu termasuk salah satu bagian dari aspek kognitif karena dalam ranah kognitif tersebut terdapat aspek pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Keenam aspek di bidang kognitif ini merupakan hirarki kesukaran tingkat berpikir dari yang rendah sampai yang tertinggi.
Berdasarkan pendapat di atas dapat kita ketahui bahwa tujuan utama pengajaran adalah untuk menyalurkan informasi. Ketika seseorang menyalurkan informasi maka pusat yang ditekankan adalah mengingat. Hal ini berkaitan dengan kinerja otak dalam proses memahami yaitu dengan disertai belajar dan berpikir. Hal ini sesuai dengan pendapat lain dari Bloom dalam Sudijono (2011: 50) yang mengemukakan bahwa :
“pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengerti tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang guru dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang suatu hal dengan menggunakan kata-katanya sendiri”.
Guru merupakan unsur penting dalam keseluruhan sistem pendidikan. Oleh karena itu peranan dan kedudukan guru dalam meningkatkan mutu dan kualitas anak didik perlu diperhitungkan dengan sungguh-sungguh. Jamaluddin (1978 : 1) mengemukakan bahwa Guru adalah :
“pendidik, yaitu orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu berdiri sendiri dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah khalifah di muka bumi, sebagai makhluk sosial dan individu yang sanggup berdiri sendiri”.
Guru sebagai pendidik diibaratkan seperti ibu kedua yang mengajarkan berbagai macam hal yang baru dan sebagai fasilitator anak supaya dapat belajar dan mengembangkan potensi dasar dan kemampuannya secara optimal, hanya saja ruang lingkupnya berbeda, guru mendidik dan mengajar di sekolah secara formal dan sebaliknya. Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 mengemukakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi siswa pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Disimpulkan dari pendapat para ahli mengenai pengertian pemahaman dan pengertian guru bahwa pemahaman guru adalah kemampuan guru dalam menjabarkan suatu materi/bahan, serta kemampuan mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi siswa pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dengan bahasa yang dapat dimengerti dan dapat meningkatkan kemampuan siswa.
2.4 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Tujuan pendidikan tertentu dalam hal ini adalah tujuan pendidikan nasional yang dikembangkan sesuai dengan karakteristik, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan, dan peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum seharusnya disusun dan dikembangkan oleh masing-masing satuan pendidikan agar sesuai dengan karakteristik, kondisi dan potensi daerah, sekolah dan peserta didik masing-masing satuan pendidikan.
Kurikulun sekolah yang disusun dan dikembangkan oleh masing-masing satuan pendidikan inilah yang disebut dengan KTSP. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum, yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan dan pelibatan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di sekolah. Kurikulum Timgkat Satuan Pendidikan termasuk salah satu wujud reformasi pendidikan yang memberikan otonomi kepada sekolah dan satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi, tuntutan, dan kebutuhan masing-masing.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan secara yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh BSNP. Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi merupakan pedoman untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang memuat:
1. Kerangka dasar dan struktur kurikulum
2. Beban belajar
3. Kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan di tingkat satuan pendidikan, dan
4. Kalender pendidikan.
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran. Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. Pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL, ditetapkan oleh kepala sekolah setelah memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah.
Dengan kata lain, pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sepenuhnya diserahkan kepada sekolah, dalam arti tidak ada intervensi dari Dinas Pendidikan atau Departemen Pendidikan Nasional. Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan selain melibatkan guru dan karyawan juga melibatkan komite sekolah serta bila perlu para ahli dari perguruan tinggi setempat. Dengan keterlibatan komite sekolah dalam penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan maka Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang disusun akan sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat.
Sedangkan menurut Susilo, (2006: 11),(Online), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah. KTSP ditujukan untuk menciptakan tamatan yang kompeten yang cerdas dalam mengembangkan identitas budaya dan bangsanya. Kurikulum ini dapat memberikan dasar-dasar pengetahuan, keterampilan, pengalaman belajar, mengembangkan integritas sosial serta membudayakan karakter nasional. Juga untuk memudahkan guru dalam menyajikan pengalaman belajar yang sejalan dengan prinsip-prinsip belajar sepanjang hayat yang mengacu pada empat pilar UNESCO.
2.5 Konsep sistem kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan Indonesia
Kedaulatan rakyat mengandung arti, bahwa yang terbaik dalam masyarakat ialah yang dianggap baik oleh semua orang yang merupakan rakyat. Pengertian kedaulatan itu sendiri adalah kekuasaan yang tertinggi untuk membuat undang-undang dan melaksanakannya dengan semua cara yang tersedia.
Kedaulatan rakyat juga berarti, pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pemerintahan dari rakyat berarti mereka yang duduk sebagai penyelenggara pemerintahan terdiri atas rakyat itu sendiri dan memperoleh dukungan rakyat. Pemerintahan oleh rakyat mengandung arti pemerintahan yang ada diselenggarakan dan dilakukan oleh rakyat sendiri baik melalui demokrasi langsung maupun demokrasi perwakilan. Sedangkan pemerintahan untuk rakyat artinya pemerintahan yang dilaksanakan sesuai dengan kehendak rakyat.
Adapun lembaga-lembaga negara pelaksanaan kedaulatan rakyat berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut :
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
MPR
merupakan lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga
negara. Dengan kedudukannya sebagai lembaga negara, MPR bukan lagi sebagai
lembaga tertinggi negara. Tugas dan wewenang MPR diatur dalam Pasal 3 UUD 1945,
bahwa MPR (1) berwenang mengubah dan menetapkan UUD, (2) melantik Presiden
dan/atau Wakil Presiden, dan (3) hanya dapat
memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut
UUD. Tugas dan wewenang MPR tersebut diatur lebih lanjut dalam UU No. 22 Tahun
2003.
2. Presiden
Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD, yang dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden (Pasal 4 UUD 1945).
3. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum (Pasal 19 (1) UUD 1945). Sedangkan susunan keanggotaan DPR diatur melalui undang-undang (Pasal 19 (2) UUD 1945). Dalam UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilian Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD ditentukan jumlah anggota DPR sebanyak 560 orang yang berasal dari anggota partai politik peserta pemilihan umum (Pasal 7 dan Pasal 21 UU No. 10 Tahun 2008).
4. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
BPK merupakan lembaga negara yang bebas dan mandiri dengan tugas khusus untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara (Pasal 23 E (1) UUD 1945). Kedudukan BPK yang bebas dan mandiri, berarti terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah, karena jika tunduk kepada pemerintah tidaklah mungkin dapat melakukan kewajibannya dengan baik. Namun demikian, BPK bukanlah badan yang berdiri di atas pemerintah.
5. Mahkamah Agung (MA)
MA merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan kehakiman di samping Mahkamah Konstitusi di Indonesia (Pasal 24 (2) UUD 1945). Dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman, MA membawahi beberapa macam lingkungan peradilan, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara (Pasal 24 (2) UUD 1945).
6. Mahkamah (MK)
UUD 1945 menyebutkan adanya Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk (1) mengadili pada tingkat pertama dan terakhir untuk menguji undang-undang terhadap UUD, (2) memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, (3) memutus pembubaran partai politik, dan (4) memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum (Pasal 24 C (1)), serta (5) wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD (Pasal 24 C (2) UUD 1945).
7. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
DPD merupakan bagian dari keanggotaan MPR yang dipilih melalui pemilihan umum dari setiap provinsi (Pasal 2 (1) dan Pasal 22 C (1) UUD 1945). DPD merupakan wakil-wakil provinsi (Pasal 32 UU No. 22 Tahun 2003). Oleh karena itu, anggota DPD berdomisili di daerah pemilihannya, dan selama bersidang bertempat tinggal di ibukota negara RI (Pasal 33 (4) UU No. 22 Tahun 2003). Namun dalam UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Pasal 12, calon peserta pemilihan umum anggota DPD tidak disyaratkan berdomisili di daerah pemilihannya melainkan mendapatkan dukungan minimal dari daerah pemilihan yang bersangkutan.
8. Pemerintah Daerah
Pemerintah Derah merupakan penyelenggara pemerintahan daerah. Keberadaan pemerintahan daerah dilandasi oleh ketentuan UUD 1945 Pasal 18 (1) yang menyatakan, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
9. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
DPRD dalam UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD dinyatakan, bahwa DPRD terdiri atas DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah (Pasal 40 UU No. 32 Tahun 2004).
10. Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Komisi pemilihan umum merupakan komisi yang bertanggung jawab akan pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia. Komisi pemilihan umum bersifat nasional, tetap, dan mandiri (Pasal 22 E (5) UUD 1945). Komisi pemilihan umum sebagai lembaga pemilihan umum yang selanjutnya disebut KPU (Pasal 1 (6) UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum).
KPU menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, serta kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung oleh rakyat (Pasal 1 (5) UU No. 22 Tahun 2007).
2.6 Kerangka Berpikir
Sekaran (1992, dalam sugiyono, 2008 : 91 ) mengemukakan bahwa kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikansebagai masalah yang penting. Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat digambarkan kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Kakikat pembelajaran PPKn adalah pembelajaran yang membentuk karakter anak bangsa, mengembangkan potensi individu warga negara Indonesia, sehingga memiliki wawasan, sikap, dan keterampilan kewarganegaraan yang memadai, serta berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif, sebab PPKn adalah merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat membentuk diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang dilandasi oleh UUD 1945 (Sudjana, 2003: 4). |
Berkaitan dengan proses pembelajaran, masalah profesionalisme menjadi suatu keharusan karena berkaitan dengan kegiatan perencanaan pembelajaran pengorganisasian, pengelolaan maupun praktek keguruannya. Tanpa adanya profesionalisme sulit dibayangkan suatu keberhasilan terlebih lagi dalam mempersiapkan peserta didik menghadapi kecendrungan dimasa depan. Namun tenaga kependidikan itu sendiri. Tenaga kependidikan itu sendiri menurut UU SPN 1989 salah satunya adalah guru disamping pengawas, penilik, peneliti, pengelola satuan pendidikan, perencana dan pengembangan dibidang pendidikan Istilah profesi dalam penggunaanya menunjuk pada dua arti penting : Pertama, profesi itu menunjukkan dan mengungkapkan suatu kepercayaan (to Profess means to trust), bahkan suatu keyakinan (to belief in) atas sesuatu kebenaran (ajaran agama) atau kredibilitas seseorang (Hornby, 1962). Kedua, profesi itu dapat pula menunjukkan dan mengungkapkan suatu pekerjaan atau urusan tertentu a perticular business. (Hornby, 1962), (dalam Ramayulis, 2013 : 27). |
Pemahaman berasal dari kata paham yang mempunyai arti mengerti benar, sedangkan pemahaman merupakan proses perbuatan cara memahami (Em Zul, Fajri & Ratu Aprilia Senja, 2008 : 607-608). pemahaman guru adalah kemampuan guru dalam menjabarkan suatu materi/bahan, serta kemampuan mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi siswa pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dengan bahasa yang dapat dimengerti dan dapat meningkatkan kemampuan siswa.
|
Rumusan Hipotesis Penelitian Ha :Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara hubungan profesionalitas guru PPKn di UPTD pendidikan Janapria dengan pemahaman konsep kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan Indonesia. Ho : Tidak terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara hubungan profesionalitas guru PPKn di UPTD pendidikan Janapria dengan pemahaman konsep kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan Indonesia.
|
2.7 Hipotesis
Ha : Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara hubungan profesionalitas guru PPKn di UPTD pendidikan Janapria dengan pemahaman konsep kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan Indonesia.
Ho : Tidak terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara hubungan profesionalitas guru PPKn di UPTD pendidikan Janapria dengan pemahaman konsep kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan Indonesia.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian dalam pendidikan merupakan bagian yang sangat penting dalam menyusun karya ilmiah, dimana karya ilmiah mempunyai tujuan yang jelas serta disusun secara sistematis dengan metode atau sistem yang tepat untuk mencapai kebenaran ilmiah. Suatu penelitian tanpa menggunakan metode yang jelas dan pasti, maka nilai ilmiah yang diperoleh perlu diragukan dan disangsikan (Netra, 1974 : 45, dalam Masjudin, 2005 : 24).
Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif asosiatif. Dimana penelitian kuantitatif adalah penelitian yang banyak menuntut penggunaan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya (Arikunto, 2010 : 20). Sedangkan penelitian asosiatif adalah penelitian yang bersifat menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih (Sugiyono, 2008 : 57). Jadi, dalam penelitian kuantitatif asosiatif adalah penelitian mengumpulkan data sebanyak-banyaknya mengenai faktor-faktor yang merupakan pendukung terhadap pemahaman guru dalam bentuk-bentuk angket, kemudian menganalisis faktor-faktor tersebut untuk dicari penilaian, kemudian menganalisis faktor-faktor untuk dicari hubungannya antara profesionalitas guru PPKn terhadap pemahaman konsep kedaulartan rakyat dalam sistem pemerintahan indonesia dengan menggunakan rumus – rumus statistik.
Adapun paradigma dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
X |
Y |
Keterangan :
X : profesionalitas guru PPKn
Y : Pemahaman konsep kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan di Indonesia
3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini bertempat di UPTD pendidikan Janapria :
1. MTS NW Pepao
2. MTS Karim Abdurrahim Sandat
3. MTS Darul Ihsan Lingkok Bunut
4. MTS Miftahul Imam NW Janggawana
5. SMP N 2 Janapria
6. MTS NW Pendem
7. MTS NW Salik
8. MTS NW Gelondong.
Dilaksanakan dari bulan Agustus 2017 sampai dengan Oktober 2017.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan (Margono, 2004). Sedangkan Sugiyono, (2010 : 61) adalah wilayah genelarisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi, populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan menjadi perhatian peneliti dan berfungsi sebagai sumber data. Dengan demikian yang akan di jadikan sebagai populasi dalam penelitian ini adalah 45 guru PPKn yang ada di SMP/MTS yang ada di UPTD pendidikan Janapria
3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila, populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Kesimpulan yang di peroleh dari mempelajari sampel tersebut dapat diberlakukan untuk populasi, sampel yang diambil dari populasi harus representative atau benar-benar dapat mewakili (Sugiyono, 2010 : 62). Berdasarkan pendapat tersebut, maka yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah 11 guru mata pelajaran PPKn SMP/MTS yang ada di UPTD Janapria.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2008 : 308 ). Sedangkan Arikunto (2010 : 265) mengatakan bahwa arti tehnik pengumpulan data adalah bagaimana peneliti menentukan metode yang tepat untuk memperoleh data, kemudian disusul cara-cara menyusun alat bantu yaitu instrumen. Pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah bagaimana yang penulis lakukan dalam menyusun data yang telah diperoleh dari sumber data yaitu dengan menggunakan:
3.4.1 Angket (Kuesioner)
Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2008 : 199). Angket ini digunakan untuk penelitian dengan cakupan yang cukup luas karena SMP/MTS yang ada di UPTD Janapria cukup banyak.
3.4.2 Observasi
Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis, dan dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan ingatan (Sugiyono, 2008 : 202 ). Sedangkan Arikunto (2010 :119) observasi sering kali diartikan sebagai suatu aktiva yang sempit, yakni memperhatikan sesuatu dengan menggunakan mata. Didalam pengertian psikologik, observasi atau yang disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Observasi ini dilakukan untuk mengamati kompetensi professional guru dalam proses belajar mengajar disekolah.
3.4.3 Metode Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda atau sebagainya. Dalam hal ini metode diperlukan guna melengkapi hal-hal yang dirasa belum cukup dalam data-data yang diperoleh melalui pengumpulan lewat dokumen atau catatan yang ada dan dianggap relevan dengan masalah yang diteliti (Arikunto, 2010 : 134)
Dari pendapat ahli diatas maka dokumentasi dapat memberikan data untuk memperkuat apa yang telah di teliti dan diamati. Jadi di sini, tak ada dugaan mengada-ada data ketika disertai dengan wujud nyata pada saat penelitian.
3.5 Variabel Penelitian
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai obyek penelitian, maka perlu dilakukan identifikasi variabel.
Adapun dalam penelitian ini, ada 2 variabel yang dilibatkan yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
3.5.1 Variabel Bebas ( Variabel Independen )
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2010 : 4). Berdasarkan pendapat tersebut, maka yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah “Profesionalitas guru PPKn.”
3.5.2 Variabel Terikat ( Variabel Dependen )
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2010 : 4) Berdasarkan pendapat tersebut, maka yang menjadi variabel terikat dalam penelitian ini adalah “pemahaman guru dengan konsep kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan Indonesia.”
3.6 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam melakukan kegiatannya untuk mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah oleh peneliti (Arikunto). Sedangkan Zuhri ( dalam Suhaini, 2017 : 45 ) instrument merupakan alat yang dapat di gunakan untuk mengukur tingkat ketercapaian kompetensi. Selain itu, instrument juga dapat diartikan sebagai alat bantu yang dipilih dan digunakan dalam kegiatan pembelajaran agar kegiatan pembelajaran tersebut menjadi sistematis dan di permudah olehnya.
Berdasarkan pendapat diatas maka instrument penelitan yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan memberikan serangkaian pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan yang digunakan dalam bentuk informasi yang lebih mendalam sehingga kuisioner yang diperlukan adalah kuisioner yang dapat mengeksplorasi jawaban responden untuk penelitian kuantitatif, informasi yang ingin didapatkan mayoritas adalah informasi yang menyebar, sehingga jumlah responden yang dibutuhkan besar dan pertanyaan-pertanyaan dalam kuisioner dirancang agar cepat dan mudah dijawab oleh responden
3.7 Teknik Analisis Data
Menurut Sugiyono (2008 : 335) tehnik analisis data merupakan “proses mencari dan menyusun secara sistematis yang diperoleh dari hasil wawncara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain”. Teknik adalah cara membuat atau melakukan sesuatau yang berhubungan dengan seni (Hasan, 2005 :1158). Berdasarkan teknik pengumpulan data yang dipergunakan, maka langkah selanjutnya adalah mengolah dan menganalisis data tersebut secara statistik.
3.7.1 Teknik Uji Persyaratan Analisis
1. Normalitas Data
Pembuktian normalitas data dilakukan untuk menguji apakah skor dalam variabel-variabel yang di teliti telah mendekati distribusi normal atau tidak. Uji normalitas data digunakan rumus-rumus “chi kuadrat” sebagai berikut :
Keterangan :
X2 = chi kuadrat
Fo = frekuensi yang di observasi
Fh = frekuensi yang di harapkan
Jika harga X2 hitung diperoleh lebih besar dari X2 tabel, maka data yang diperoleh tidak berdistribusi normal, dan sebaliknya jika harga X2 hitung lebih kecil dari X2 tabel, maka yang diperoleh berdistribusi normal. Jika berdistribusi normal, maka dapat dilanjutkan ke uji homogenitas.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas data dimaksudkan untuk mengetahui seragam atau tidaknya sampel yang diteliti dari populasi yang sama. Pengujian homogenitas sangat penting apabila peneliti bermaksud melakukan generalisasi untuk hasil penelitiannya. Untuk pengujian homogenitas data di gunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
1n 10 = 2,3026
B = satuan bartlet, B = (log Si²) (ni – 2)
ni = besar ukurran sampel
s = standar deviasi total
Jika X2 hitung lebih kecil dari X2 tabel, maka dapat dikatakan data tersebut homogen, dan jika X2 hitung lebih besar dari X2 tabel, maka data tersebut tidak homogen, disamping pengujian terhadap homogenitas (kesamaan) data dengan adanya pengujian terhadap homogenitas data, maka dapat dilanjutkan dengan pengujian hipotesis.
3.7.2 Teknik Uji coba Hipotesis
Hipotesis merupakan teori sementara yang kebenarannya masih perlu di uji. Sehubungan dengan hal itu, seorang ahli mengatakan bahwa hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap penelitian yang kebenarannya masih perlu di uji secara empiris (Suryabrata, 1998 : 69). Berdasarkan pendapat tersebut, maka hipotesis yang di ajukan dalam penelitian ini harus di uji kebenarannya. Adapun yang di maksud diajukan dalam bentuk hipotesis alternatif (Ha).
Sesuai dengan teknik analisis yang di gunakan, maka hipotesis yang diajukan diubah menjadi hipotesis nihil (Ho). Hal ini didasarkan pada pendapat ahli yang mengatakan bahwa hipotesis adalah pernyataan yang masih lemah keberadaannya dan masih perlu di buktikan (Hadi, 1983 : 25).
Adapun rumus yang digunakan dalam menguji hipotesis tersebut adalah dengan menerapkan korelasi product moment, untuk x terhadap y yaitu :
Keterangan :
rxy = koefisien x terhadap y
∑ x² = jumlah skor
∑ y² = jumlah skor
∑ xy = jumlah skor total
Adapun dalam pengujian Ho kriteria yang di gunakan adalah :
a. Ho ditolak jika rhit > rtabel
b. Ho tidak di tolak jika rhit < rtabel.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskriptif Data
Berdasarkan hasil data dari angket yang telah terkumpul diberikan penilaian dan skor sesuai dengan ketentuan. Adapun rekapitulasi hasil angket tersebut bisa dilihat pada tabel sebagaimana tertuang dalam tabel berikut :
Tabel 01 : Rekapitulasi hasil angket tentang profesionalitas guru PPKn SMP/MTS dengan pemahaman konsep kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan Indonesia
No |
Nama Guru |
L/P |
X |
Y |
1 |
H. M. M |
L |
88 |
48 |
2 |
J |
L |
80 |
43 |
3 |
A. R |
L |
80 |
42 |
4 |
M. S |
L |
86 |
39 |
5 |
L. M. S |
L |
85 |
43 |
6 |
E. R. S |
P |
85 |
40 |
7 |
A. H |
L |
86 |
36 |
8 |
S |
L |
86 |
30 |
9 |
S |
L |
80 |
27 |
10 |
I |
L |
96 |
47 |
11 |
A |
L |
90 |
41 |
|
Jumlah |
|
942 |
436 |
|
Rata-rata |
|
85,64 |
39,64 |
4.1.1 Profesionalitas guru PPKn
Berdasarkan data yang diperoleh dari 11 orang guru, skor terendahnya 80 dan skor tertingginya 96. Selain itu dicari pula mean dan standar deviasi idealnya (Mi dan SDi) untuk keperluan pengkategorian, oleh karena itu skor maksimal ideal (Mi dan SDi), profesionalitas guru PPKn = 100 dan skor minimal idealnya = 0, maka diperoleh Mi = 50 dan SDi = 16,6. Dengan demikian kategori yang di bagi untuk pengkategorian profesionalitas guru PPKn adalah sebagai berikut :
Mi + 1 SDi Mi + 3. SDi = Tinggi
50 + 1. 16,6 = 66,6 50 + 3. 16,6 = 99,8
Mi - 1 SDi Mi + 1. SDi = Sedang
50 - 1. 16,6 = 33,4 50 + 1. 16,6 = 66,6
Mi – 3 SDi Mi - 1. SDi = Rendah
350 - 3. 16,6 = 0,2 50 - 1. 16,6 = 33,4
Dari pengkategorian diatas maka dapat dikatakan bahwa tingkat profesionalitas guru PPKn yang ada di UPTD Janapria sudah cukup baik, sehinga secara keseluruhan rata-rata tingkat keprofesionalan guru tergolong dalam klasifikasi tinggi.
Adapun untuk mencari mean dan standar deviasi untuk variabel profesionalitas guru PPKn di UPTD Janapria dapat dilakukan dengan rumus statistik sebagai berikut :
Jumlah interval kelas
K= 1 + 3.3 log n = 1 + 3.3 log 11 = 4,44 = 4
Rentang data
96 – 80 = 16
Panjang kelas
= 4
No |
interval |
Nilai Tengah |
F |
Xi |
(Xi – X) |
(Xi – X)2 |
F (Xi – X)2 |
1 |
80 – 83 |
81,5 |
3 |
244,5 |
-4,45 |
19,80 |
59,4 |
2 |
84 – 87 |
85,5 |
5 |
427,5 |
0, 45 |
0,203 |
1 |
3 |
88 – 92 |
89,5 |
2 |
179 |
3,55 |
12,60 |
25 |
4 |
93 – 96 |
94,5 |
1 |
94,5 |
8,55 |
73,10 |
73,10 |
|
∑ |
|
11 |
945 |
|
|
158,5 |
X = =
SD =
=
=
=
= 13,204
Dari perhitungan yang telah dilakukan terhadap data tersebut, maka diperoleh nilai rata-rata (mean) = 85,64 (Tabel 01) dan standar deviasi (SD) = 13,204. Untuk itu, skor profesionalitas guru PPKn SMP/MTS yang ada di UPTD Janapria tergolong sangat tinggi.
4.1.2 Pemahaman Guru Tentang Konsep Kedaulatan Rakyat
Berdasarkan data yang diperoleh dari 11 orang guru, skor terendahnya 27 dan skor tertingginya 48. Selain itu dicari pula mean dan standar deviasi idealnya (Mi dan SDi) untuk keperluan pengkategorian, oleh karena itu skor maksimal ideal (Mi dan SDi), pemahaman guru PPKn = 50 dan skor minimal idealnya = 1, maka diperoleh Mi = 24,5 dan SDi = 8,3. Dengan demikian kategori yang di bagi untuk pengkategorian pemahaman guru tentang konsep kedaulatan rakyat adalah sebagai berikut :
Mi + 1 SDi Mi + 3. SDi = Tinggi
24,5 + 1. 16,6 = 32,8 24,5 + 3. 8,3 = 49,4
Mi - 1 SDi Mi + 1. SDi = Sedang
24,5 - 1. 16,6 = 16,2 24,5 + 1. 8,3 = 32,8
Mi – 3 SDi Mi - 1. SDi = Rendah
24,5 - 3. 8,3 = 0 24,5 - 1. 8,3 = 16,2
Dari pengkategorian diatas maka dapat dikatakan bahwa tingkat pemahaman guru PPKn yang ada di UPTD Janapria, mengenai konsep kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan Indonesia kurang cukup baik, karena masih ada beberapa guru yang memiliki latar pendidikannya yang berbeda, sehingga menyebabkan rata-rata tingkat pemahaman guru PPKn di UPTD Janapria tergolong dalam klasifikasi rendah.
Adapun untuk mencari mean dan standar deviasi untuk variabel pemahaman guru PPKn di UPTD Janapria dapat dilakukan dengan rumus statistik sebagai berikut :
Jumlah interval kelas
K= 1 + 3.3 log n = 1 + 3.3 log 11 = 4,44 = 4
Rentang data
48 – 27 = 21
Panjang kelas
= 5,25 = 6
No |
Interval |
Nilai Tengah |
F |
Xi |
(Xi – X) |
(Xi – X)2 |
F (Xi – X)2 |
1 |
27 – 32 |
23,5 |
2 |
47 |
-11,45 |
131,10 |
262,2 |
2 |
23 – 38 |
29,5 |
1 |
29,5 |
-5,45 |
29,70 |
29,70 |
3 |
39 – 44 |
35,5 |
6 |
213 |
0,55 |
0,302 |
1,812 |
4 |
45 – 50 |
47,5 |
2 |
95 |
12,55 |
137,50 |
275 |
|
∑ |
|
11 |
384,5 |
|
|
568,712 |
X = =
SD =
=
=
=
= 7.91
Dari perhitungan yang telah dilakukan terhadap data tersebut, maka diperoleh nilai rata-rata (mean) = 39,64 (Tabel 01) dan standar deviasi (SD) = 7.91. Untuk itu, skor pemahaman guru PPKn SMP/MTS yang ada di UPTD Janapria tergolong rendah.
4.1.3 Uji Persyaratan Analisis
Pengajuan uji persyaratan analisis yang terpenting adalah uji normalitas dan homogenitas data. Pembuktian uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah skor dalam variabel-variabel yang diteliti berdistribusi normal atau tidak, dan untuk pengujian tersebut digunakan rumus “chi kuadrat”. Adapun uji normalitas data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Uji normalitas data
X2 = ∑
=
=
= 0,263
X2 5% = 0.602
X2h < X2 5% = Normal
Dari hasil perhitungan tersebut, diperoleh X2 hitung lebih kecil dari X2 tabel (0,263 < 0.602) pada taraf signifikan 5% maka data yang diperoleh berdistribusi normal.
Sedangkan untuk membuktikan apakah homogen atau tidaknya data yang diperoleh dalam penelitian ini, maka digunakan uji “Barleth” dengan taraf kepercayaan 5% yang dikonsultasikan pada tabel X2. Adapun hasil uji homogenitas data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 02 : uji homogenitas
Sampel |
dk |
1/dk |
Si2 |
Log Si2 |
(dk) log Si2 |
1 |
n1 - 1 |
1/n1- 1 |
S12 |
Log S12 |
(n1 – 1) log S12 |
2 |
n1 - 1 |
1/n1- 1 |
S12 |
Log S12 |
(n1 – 1) log S12 |
|
∑n - 1 |
∑1/n – 1 |
|
|
|
Sampel |
dk |
1/dk |
Si2 |
Log Si2 |
(dk) log Si2 |
1 |
10 |
0,1 |
3,204 |
0,505 |
5,05 |
2 |
10 |
0,1 |
25,011 |
1,398 |
13,98 |
|
20 |
|
|
|
19,03 |
Si2 gabungan = dk1 (S12) + dk2 (S2)
=
=
=
= 14,11
Log S12 gab = log 14,11 = 1,149
B = (log S12 gab) ∑ n – 1
= 1,149 (20) = 22,98
X2 = (1n 10) { B - ∑ (n – 1) log S12}
= (2, 3025) {22,98 – (19,03)}
= (2,3025)3,95 = 9,098
4.1.4 Uji Hipotesis Penelitian
Setelah dilakukannya uji persyaratan analisis diatas, maka dapat dilakukan uji hipotesis. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak. Untuk menguji hipotesis tersebut digunakan rumus korelasi product moment.
Tabel 03 : Analisis data perhitungan korelasi product momen
NO |
X |
Y |
(xi - Ẍ) (x) |
(ʏ1 - Ῡ) (y) |
(x2) |
(y2) |
(xy) |
1 |
88 |
48 |
2.36 |
8.36 |
5.57 |
69.89 |
19.73 |
2 |
80 |
43 |
-5.64 |
3.36 |
31.81 |
11.29 |
-18.95 |
3 |
80 |
42 |
-5.64 |
2.36 |
31.81 |
5.57 |
-13.31 |
4 |
86 |
39 |
0.36 |
-0.64 |
0.13 |
0.13 |
-0.13 |
5 |
85 |
43 |
-0.64 |
3.36 |
0.41 |
11.29 |
-2.15 |
6 |
85 |
40 |
-0.64 |
0.36 |
0.41 |
0.13 |
-0.23 |
7 |
86 |
36 |
0.36 |
-3.64 |
0.13 |
11.25 |
-1.31 |
8 |
86 |
30 |
0.36 |
-9.64 |
0.13 |
92.93 |
-3.47 |
9 |
80 |
27 |
-5.64 |
-12.64 |
31.81 |
159.77 |
71.29 |
10 |
96 |
47 |
10.36 |
7.36 |
107.32 |
54.17 |
76.25 |
11 |
90 |
41 |
4.36 |
1.36 |
19.01 |
1.85 |
5.93 |
∑ |
942 |
436 |
00.00 |
0.00 |
228.54 |
418.27 |
133.65 |
Rata-rata |
85.64 |
39.64 |
|
|
|
|
|
Diketahui :
∑ x2 = 228.54
∑ y2 = 418.27
∑ xy = 133.65
rxy =
=
=
=
= 0.432
Dari hasil analisis diatas, diperoleh r-hitung (0.432 < 0.602). Jadi Ha ditolak dan Ho diterima pada taraf signifikan 5%. Adapun pengujian yang dilakukan berdasarkan atas harga atau angka rata-rata (mean) dari kelompok sampel yaitu diperoleh harga r-hitung = 0.432 dan harga r-tabel = 0.602 pada taraf signifikan 5%. Dengan demikian tidak terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara profesionalitas guru PPKn SMP/MTS dengan pemahaman konsep kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan Indonesia.
4.2 Pembahasan
Profesionalitas pada dasarnya merupakan serangkaian proses pengembangan profesional baik dilakukan melalui pendidikan/latihan prajabatan maupun latihan dalam jabatan. Profesionalitas juga merujuk pada suatu pekerjaan yang didasari atas suatu keahlian tertentu serta komitmen atau pelayanan pada klien sehingga memberikan hasil yang secara memuaskan untuk semua pihak.
Profesional seorang guru yang ahli dalam bidang keilmuan yang dikuasainya dituntut bukan hanya mentransfer keilmuan kedalam diri peserta didik, tetapi juga mampu mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didiknya, selain itu, guru harus mampu dalam menjalankan tugasnya secara mendalam dan profesional. Profesionalitas menunjuk kepada proses peningkatan kualifikasi maupun kemampuan para anggota profesi dalam mencapai kriteria yang standar dalam penampilannya sebagai suatu profesi.
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan maka dalam penelitian ini dapat dinyatakan bahwa antara profesionalitas guru dengan pemahaman konsep kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan Indonesia tidak mempunyai hubungan yang positif dan signifikan, ini dimungkinkan karena kebanyakan dari guru PPKn yang ada di UPTD janapria dari beberapa sampel yang sudah diambil kebanyakan memiliki latar pendidikan yang bukan serjana PPKn, hal inilah yang menyebabkan pemahaman guru PPKn dengan pemahaman konsep kedaulatan rakyat terbilang rendah. Dan ini dapat dibuktikan dengan hasil analisis perhitungan product moment yang membuktikan bahwa nilai r-hitung lebih kecil dari nilai r-tabel (0.432 < 0.602). Artinya bahwa hanya profesionalitas guru PPKn yang nilainya sangat tinggi akan tetapi pemahaman guru mengenai konsep kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan Indonesia terbilang rendah.
Memang dari segi standar keprofesionalitasan guru sudah dapat dikatakan mencukupi untuk kemampuan dari semua responden, Karena profesionalitas guru PPKn SMP/MTS yang ada di UPTD Janapria terbilang cukup tinggi karena, hal ini dapat dibuktikan melalui hasil analisis data berkategori tinggi menunjukkan bahwa kontribusi profesionalitas guru PPKn SMP/MTS di UPTD Janapria tergolong tinggi, karena dari perhitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai rata-rata (Mean) = 85,64 dan standar deviasi (SD) = 13,204 untuk skor profesionalitas guru PPKn SMP/MTS di UPTD Janapria.
Sedangkan skor untuk pemahaman konsep kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan Indonesia diperoleh nilai rata-rata (Mean) = 39,64 dan standar deviasi (SD) = 7.91 dapat tergolong dalam kategori yang rendah. dikarenakan secara akademisi ada beberapa guru PPKn yang ada di UPT Janapria tidak terlalu memahami secara mendalam terhadap penguasaan materi pembelajaran tentang konsep kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan Indonesia secara luas dan mendalam. Ini dikarenakan latar belakang pendidikan dari guru yang diambil sampel untuk penelitian ditiap sekolah MTS/SMP yang ada di UPTD pendidikan Janapria tidak sesuai, karena kebanyakan dari para guru tidak murni lulusan S1 PPKn.
Selanjutnya dalam pengujian hipotesis penelitian yang berbentuk hipotesis alternatif (Ha) ditolak dan hipotesis statistik (Ho) diterima, hal ini disebabkan karena r-hitung lebih kecil dari r-tabel (0.432 < 0.602) pada tarap signifikan 5%.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa tujuan utama dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan profesionalitas guru PPKn SMP/MTS dengan pemahaman konsep kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan Indonesia (studi kasus di UPTD Janapria).
Adapun dalam pelaksanaan penelitian ini, diambil 11 sampel dari seluruh populasi dengan menggunakan penelitian kuantitatif asosiatif mengumpulkan data sebanyak-banyaknya mengenai faktor-faktor yang merupakan pendukung terhadap pemahaman guru dalam bentuk-bentuk angket, kemudian menganalisis faktor-faktor tersebut untuk dicari penilaian, kemudian menganalisis faktor-faktor untuk dicari hubungannya antara profesionalitas guru PPKn terhadap pemahaman konsep kedaulartan rakyat dalam sistem pemerintahan indonesia dengan menggunakan rumus – rumus statistik. Sedangkan dalam pengujian hipotesisnya digunakan rumus korelasi product moment.
Berdasrkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Tidak terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara profesionalitas guru PPKn dengan pemahaman konsep kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan Indonesia.
2. profesionalitas guru PPKn SMP/MTS yang ada di UPTD Janapria dapat dikategorikan tinggi secara standar keprofesionalitasan guru akan tetapi secara akademisi pemahaman guru PPKn dengan penguasaan materi pembelajaran tentang konsep kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan Indonesia dikategorikan rendah karena latar pendidikan dari beberapa responden yang bukan serjana PPKn murni.
5.2 Saran
1. Bagi instansi pendidikan terkait tempat diadakannya penelitian ini khususnya guru bidang studi PPKn, sangat diharapkan untuk terus meningkatkan keprofesionalannya sebagai seorang pendidik agar pemahaman guru dengan konsep kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan Indonesia terus meningkat dan mampu untuk memahaminya dengan sangat baik
2. Bagi para pemerhati pendidikan yang berkepentingan terhadap kemajuan pendidikan sangat diharapkan dapat melakukan dan mengembangkan penelitian yang lebih mendalam dan komfrehensif khususnya dalam meningkatkan secara mendalam mengenai pemahaman guru dengan konsep kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan Indonesia atau materi pelajaran, sehingga dapat memperluas dan memperkaya ilmu pengetahuan serta dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Abin Syamsudin Makmun. 1996 “Kode Etik Keguruan dan Penerapannya Dalam Berbagai Bidang Kehidupan Guru” Dalam Profesi Keguruan, Jakarta :Universitas Terbuka,
______. 2003 “Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosada Karya.
Alice Crow, Laster D. Crow. 1988. Psikologi Pendidikan, Surabaya : PT. Bina Ilmu.
Alwi, Hasan. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Alma Bukhari. 2014. “Tinjauan Tentang Profesi” dalam Guru Profesional, Bandung : Alpabeta, CP
Aqib, Zaenal. 2009. Menjadi Guru Profesional Berstandar Nasional, Bandung: Yrama Widya.
Artikel Pendidikan. 2011. Pengertian KTSP. (Online). Http://ktsp/Pengertian KTSP_ Artikel_Pendidikan.htm./ Diakses 29 Agustus 2017 Pada Jam 16.00 Wita.
Em Zul, Fajri & Senja Aprilia Ratu. 2008. Pemahaman Merupakan Proses Perbuatan
Greenwood. D. Slack, R. 2007. Medical Microbiology, Cina : Elsevier
Hadi Sutisno. 1983. Metodologi Researc, Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi
Harold L. Wilensky. 1980. The Professionalization Of Everyone, California : Departement Of Political Sciense University Of California.
Inamayladin. 2013. Pengertian dokumen dukumentasi. (Online). Error! Hyperlink reference not valid. Diakses 26 Juli 2017 pada jam 15.23 Wita
Ian. 2010. Pengertian Pemahaman. (Online). Http//Pengertian-Pemahaman_Pak Guru Ian.htm./ Diakses 29 Agustus 2017 Pada Jam 16.15 Wita.
Islam Dinul. 2010. Pengumpulan data (Online). Error! Hyperlink reference not valid.. Diakses 12 Juli 2017 pada jam 17.00 wita
Ikbal Hasan, M.M. 2005. Pokok-pokok Materi Statistik 2, Jakarta : Bumi Aksara
Juariyah. 2010. Pendidikan Anak Dalam Al quran, Yogyakarta : Ter
Kunandar. 2007. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada.
Margono. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta
Masjudin. 2005. Untuk Perancangan Penyebaran Jaringan Sensor Nirkabel dengan Memperhitungkan Posisi Penghalang dan Redaman, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Murti Sumarni, Salamah Wahyuni. 2006. Metodologi Penelitian Bisnis, Yogyakarta : penerbit Andi Yogyaakarta
Ramayulis H. 2013. Profesi dan Etika Keguruan, Jakarta : Kalam Mulia.
Rickey, Robert W. 1974. Plaining For Teacing, An Introduktion to Education. N.Y : Harper Broyhers Publisher.
Ruminiati. 2008. Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD. Jakarta : Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Piyet A. Sahertian. 1994. Profil Pendidik Profesional. Yogyakarta : Andi Offset.
Poesprodjo. 1987. Beberapa Catatan Pendekatan Filsafatinya, Bandung: Remaja
Karya
Qomariyah, Siti. 2013. Nilai Religius dalam Novel Negeri Lima Menara Karya Ahmad Fuadi. Pancor. STKIP Hamzanwadi Selong.
Sikun Pribadi. 1976. Mutiara-Mutiara Pendidikan, Jakarta: Erlangga
Soetjipto dan Kosasi, Raflis. 2009. Profesi Keguruan. Jakarta : Rineka Cipta
Sudjana, N. 1989. Penelitian dan Pendidikan. Bandung : Sinar Baru
. 2003. Tehnik Analisis Regresi dan Korelasi Bagi Peneliti, Bandung : Tarsito
. 2008. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Disekolah, Bandung: Sinar Baru Algesindo
Sudjatmiko. 2008. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Depdiknas
Sumantri, M.N. 2002. Masalah Hak dan Kewajiban Warga Negara. Dalam Kapita Selekta Pendidikan Kewarganegaraan Untul Mahasiswa Bagian I, Jakarta : Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Sundawa Dadang, Dkk. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan kurikulum 2006, Surakarta: CV Duta Niaga.
Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian : Alfabeta.
. 2008. Metode Penelitian Pendidikan : Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi, , Jakarta: PT Rineka Cipta
Suhaini. 2016. Upaya Guru dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Dengan Penerapan Metode Reward dan Punisment pada Mata Pelajaran SKI kelas X MA NW Pepao. Pancor: IAIH Pancor.
Sutisna Oteng. 1987. Dasar-Dasar Administrasi Pendidikan Dasar-Dasar Teori Untuk Praktek Profesional, Jakarta : Angkasa.
Umbara Citra. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung.
Walgito Bimo. 1982. Kenakalan Anak, Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi.
Wahyudi Pebri. 2012. Dasar-dasar Tehnik computer dan Informatika, Jakarta : Inti Prima Promosindo
Winataputra dan Wahab, U.S. 2005. Kata Pengantar, dalam Buku Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Educations). Jakarta : IAIN Jakarta Pres.
Winkel W. S. 1996. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta :
No comments:
Post a Comment