npelihara30491
Ketahui semua yang kamu katakan dan jangan katakan semua yang kamu tahu
Karya abstrak jihan Fazila |
Ujar ujar (pepatah) di atas mungkin sudah terlalu sering kita dengar. Maknanya juga sederhana. Ujar ujar itu terkait dengan dua hal yang tidak terpisahkan dengan kedudukan kita sebagai manusia. Kata-kata dan pengetahuan.
Di satu sisi manusia disebut sebagai hewan yang berkata-kata (hayawanun natiqun). Di sisi yang lain manusia juga diperkenalkan sebagai makhluk yangberpengetahuan. Makhluk yang oleh Allah diajarkan semua hal tentang nama-nama. Sehingga manusia berkedudukan di atas malaikat.
Dengan kata lain, dalam berkata-kata manusia harus didasari dengan pengetahuan. Harus memahami apa yang dikatakan. Kalau hanya berkata-kata, burung beo juga burung kakak tua dan yang sejenisnya juga pandai berkata-kata. Itu saja tidak cukup. Setiap manusia juga harus menyeleksi secara ketat pengetahuan apa yang pantas dia katakan. Tidak semua yang diketahui (didengar) itu layak untuk dikatakan kepada orang lain. Jika berkaca pada apa yang disabdakan oleh Nabi dan diriwayatkan (HR muslim). “cukuplah seseorang dikatakan berbohong, apabila menceritakan segala hal yang ia dengar.
Apabila kita menyebarkan (menceritakan) semua yang kita ketahui kepada semua orang maka dipastikan akan terjadi kekurang pahaman pada sebagian pendengar. Terutama pendengar yang tidak tahu konteks (hal) dibalik peristiwa (perkataan itu). Peristiwa yang disampaikan secara utuh saja dapat menghasilkan kesimpulan yang berbeda antara pendengarnya, apalagi kalau disampaikan secara tidak utuh dan dilepaskan dari konteksnya. Orang-orang yang tidak tahu konteks itu (yang mendengar dari ucapan kita) dikhawatirkan akan menceritakan ulang di lain tempat dengan pendengar yang berbeda. Kalau hal itu terjadi maka kesalah pahaman itu akan terus bergulir dan menimbulkan kekacauan bahkan mungkin pertentangan di antara warga masyarakat. Mengapa orang yang tidak tahu itu berani ikut bicara? Karena dia merasa tahu dari apa yang kita sampaikan secara sembarangan itu. Bagaimana kalau kita mengatakan (menceritakan) apa yang tidak kita ketahui? Kalau kita melakukan itu maka derajat kita akan turun. Tidak layak lagi menyebut diri sebagai manusia. Sebagai makhluk yang berpengetahuan. Meneruskan pesan yang kita dapat dari sosial media (termasuk WA) tanpa kita ketahui benar, salah, maupun konteks terjadi peristiwa itu sama halnya dengan mengatakan apa yang tidak kita ketahui. Bahkan lebih berbahaya. Pesan itu akan terus bergulir dengan sangat mudah kepada mereka yang tidak membutuhkan dan bisa celaka karenanya. Misalnya apa yang pernah terjadi pada seorang ustadz yang berceramah berlandaskan pada informasi yang didapat dari satu grup WA. Ternyata informasi itu tidak benar. Karena dia yang berceramah maka dia harus mempertanggungjawabkan isi ceramahnya itu dihadapan hukum. Maka tidak salah bagi kit ajika dalam hal ini kita perlu merenungkan ulang nasehat imam Ghazali yakni Seandainya orang yang tidak tahu itu berhenti bicara, niscaya berkuranglah pertentangan di antara sesame.
Sumber : ibrah Suara Muhammadiyah
No comments:
Post a Comment