3.09.2022

MODEL PEMBELAJARAN FAMILIY SOSIAL

 

 “seni tertinggi seorang guru yakni membangkitkan kegembiraan dalam ekspresi kreatif dan pengetahuan” (Albert Einstein)

So, sebagai calon guru atau guru yang telah merelakan waktu dan keihlasannya untuk mengajardi sekolah, tentu ungkapan tersebut sangat penting terutama dalam mengembangkan kelas yang nyaman dan mendorong terhubungnya gaya komunitas baik di dalam maupun di luar kelas. Bagian dari standar ini adalah memastikan siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk bekerja dengan orang lain. Dalam dunia yang berubah begitu cepat, siswa perlu memiliki keterampilan untuk mengumpulkan informasi sebanyak mungkin, memilah-milahnya, dan membuat kesimpulan dengan orang lain yang memiliki tujuan yang sama.

Pembelajaran sosial dapat mendorong kesejahteraan siswa serta prestasi akademik, dua konsep yang terkait di kelas meskipun tampak individual. “Pembelajaran sosial dapat meningkatkan pembelajaran akademik” (Joyce, Weil, dan Calhoun, 2015) dan juga menciptakan lingkungan yang kondusif untuk produktivitas, keterlibatan dalam pelajaran, motivasi, sikap positif terhadap sekolah, dan interaksi positif dengan teman sebaya (Dean, Hubbell, Pitler , dan Batu, 2012).

Jadi, membentuk lingkungan tersebut akan membantu membawa kegembiraan dalam belajar, dan melibatkan semua siswa dalam pengalaman belajar positif yang akan melayani mereka sepanjang hidup mereka.

Lalu, tidak salah Pojok Guru dengan nalar logis mengedepankan kosep azas manfaat. Artinya semoga apa yang terselip, tersirat dan tersurat bisa bermaanfaat untuk kemaslahatan bersama. Yang mau jadi guru, yang calon guru, dan yang sudah jadi guru atau telah tapi tetap berperan sebagai guru…paling tidak ini wajib di ketahui,,,model pembelajaran

TUGAS KELOMPOK

MODEL PEMBELAJARAN FAMILIY SOSIAL

PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN

PROGRAM PASCA SARJANA

2017

 

MODEL PEMBELAJARAN FAMILIY  SOSIAL

Dalam proses pembelajaran, guru dan peserta didik sering dihadapkan pada berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan mata pelajaran maupun yang menyangkut hubungan sosial. Pemecahan masalah pembelajaran dapat dilakukan melalui berbagai cara, melalui diskusi kelas, tanya jawab antara guru dan peserta didik, penemuan dan inkuiri. Konsep yang dipakai sebagai upaya pemecahan permasalahan itulah yang dimaksud dengan model pembelajaran. Banyak model pembelajaran yang dapat dipakai oleh seorang guru untuk menunjang kegiatan pembelajaran untuk menjadi lebih baik, dan jika seorang guru dapat memanfaatkan media, sumber atau literatur tentang permodelan dalam pembelajaran tersebut, maka guru akan menjadi profesional dalam menjalankan tugasnya. Satu contoh model yang dapat digunakan adalah model pembelajaran sosial. Mengapa dikatakan model pembelajaran sosial? “Karena pendekatan pembelajaran yang termasuk dalam kategori model ini menekankan hubungan individu dengan masyarakat atau orang lain.

Model-model dalam kategori ini difokuskan pada peningkatan kemampuan individu dalam berhubungan dengan orang lain, terlibat dalam proses demokratis dan bekerja secara produktif dalam masyarakat”. Dengan demikian siswa dalam proses belajar akan memasuki nuansa sebenarnya dimana problem sosial yang mungkin saja dihadapinya setiap hari. Dalam proses pembelajaran itu siswa mencoba mengatasi sendiri permasalahan-permasalahannya dengan baik.

Satu sisi dari eksistensi manusia itu adalah sebagai makhluk sosial, maka menjadi sangat penting bila anak-anak itu diajarkan sedini mungkin pada pola kehidupan sosial. Bahkan Elizabeth B. Hurlock mengungkapkan bahwa “ karena pola perilaku sosial atau perilaku yang tidak sosial dibina pada masa kanak-kanak awal atau masa pembentukan, maka pengalaman sosial itu sangat menentukan kepribadian setelah anak menjadi dewasa”. Untuk itu model pembelajaran sosial ini menitik beratkan terhadap tingkah laku anak pada peran, simulasi dan tanggap serta dapat mengatasi problem-problem sosial yang dialami anak dengan baik.

Untuk lebih jelas tentang apa sajakah yang tergolong dalam model pembelajaran sosial ini, penulis akan merujuk pada konsep Hamzah B. Uno dalam bukunya model pembelajaran, beliau membaginya menjadi 3 model pembelajaran sosial, yaitu (1) model pembelajaran bermain peran, (2) model pembelajaran simulasi sosial dan (3) model pembelajaran telaah kajian yurisprudensi.

Kelompok model pembelajaran ini didasari oleh teori belajar Gestalt (Field-theory) yang menitik beratkan hubungan yang harmonis antara individu dengan masyarakat (learning to life together). Teori ini dirintis oleh Max Wertheimer (1912) bersama dengan Kurt Koffka dan W. Kohler yang berpandangan bahwa objek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasikan. Sehingga implikasi dari teori ini bahwa pembelajaran akan lebih bermakna bila materi diberikan secara utuh bukan bagian-bagian. Model ini juga berlandaskan pemikiran bahwa kerja sama merupakan salah satu fenomena kehidupan masyarakat yang sangat penting.

Kelompok model ini menekankan pada hubungan individu dengan orang lain atau masyarakat. Kelompok ini memusatkan pada proses di mana kenyataan ditawarkan secara sosial. Sebagai konsekuensinya, model –model yang berorientasi sosial tersebut di atas, memberikan prioritas untuk memperbaiki kecakapan individu untuk berhubungan dengan orang lain, untuk bertindak dalam proses yang demokratis, dan untuk bekerja secara produktif dalam masyarakat. Meskipun kelompok model ini lebih menekankan hubungan sosial dibandingkan dengan asfek lainnya, para tokoh dalam kelompok ini juga menekankan pada perkembangan kesadaran study yang bersifat akademik. Model-model pembelajaran yang tergolong kelompok ini beserta tokohnya tergambar pada tabel 3. berikut di bawah ini yang diadaptasi dari Moh Surya (2004).

TABEL  3

KELOMPOK MODEL INTERAKSI SOSIAL

MODEL

TOKOH

TUJUAN

(1)

(2)

(3)

Investigasi Kelompok

Herbert TelenJohn Dewey

Perkembangan keterampilan untuk partisipasi dalam proses sosial yang demokratis melalui penekanan yang dikombinasikan pada keterampilan antar pribadi (kelompok) dan ketrampilan-keterampilan penentuan akademik. Asfek perkembangan pribadi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam model ini.

Inquiry Sosial

Byron MassialesBenjamin Cox

Model ini menekankan pada pemecahan masalah sosial, terutama melalui penemuan, sosial, dan penalaran logis.

Latihan Laboratoris

Bethel Maine

Model ini menekankan pada perkembangan keterampilan antar pribadi dan kelompok melalui kesadaran dan keluwesan pribadi.

Penelitian Yurisprudensial

Donald OleverJames P. Shaver

Model ini dirancang untuk pembelajaran kerangka acuan jurisprudensial sebagai cara berpikir dan penyelesaian isu-isu sosial.

Bermain Peran

Fainie ShafelGeorge Fhafel

Model pembelajaran ini dirancang untukmempengaruhi peserta didik agar menemukan nilai-nilai pribadi dan sosial. Prilaku dan nilai-nilainya diharapkan peserta didik menjadi sumber peneluan berikutnya.

Simulasi Sosial

Sarene BookockHarold

Model ini dirancang untuk membantu peserta didik agar mengalami bermacam-macam proses dan kenyataan sosial, dan untuk menguji reaksi peserta didik serta untuk memperoleh konsep keterampilan perbuatan dan keputusan.

 

Model Pembelajaran Bermain Peran

Bermain peran adalah sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok. Artinya, melalui bermain peran siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan prilaku dirinya dan prilaku orang lain.[7]

Model pembelajaran bermain peran merupakan puncak (klimaks) pada model pembelajaran berbicara. Artinya model pembelajaran ini sebagai tataran tertinggi dalam model pembelajaran berbicara. Jika dalam model pembelajaran lainya masih terdapat campur tangan guru, maka dalam bermain peran ini sudah hampir 100% murni dari inisiatif, spontanitas dan pemikiran peserta didik. Dalam praktiknya bermain peran ini menyerupai sandiwara atau drama, hanya saja dalam bentuk yang lebih kecil atau sederhana. Maka peserta didik akan memperoleh peran dan teks dialog yang harus dihafalkan untuk  ditampilkan di depan kelas.[8] Model ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk lebih menggali dan memahami orang lain dengan tugasnya masing-masing melalui pemecahan permasalahan sosial nyata yang dihadapi oleh kelompoknya. Model ini juga akan berdampak pada pemahaman nilai-nilai sosial maupun pribadi, sehingga dapat melatih rasa saling menghargai, kerja keras, dan sifat demokratis.

Langkah model pembelajaran tersebut sebagai berikut;

a.    Pemanasan; dalam kegiatan ini guru menyampaikan permasalahan yang berkaitan dengan pengalaman peserta didik, sehingga peserta didik dapat merasakan dan mengeksplorasi permasalahan tersebut secara akurat berdasarkan pengalaman atau imaginasinya. Permasalahan dapat disajikan melalui bacaan, cerita lisan, pertanyaan, atau film.

b.    Menentukan peran masing-masing anggota kelompok;

Kegiatan ini merupakan kegiatan peserta didik dan guru dalam diskusi yang menjelaskan berbagai karakter dengan apa yang disukainya atau tidak disukainya, perasaannya, dan sebagainya. Untuk selanjutnya menentukan sukarelawan untuk berperan dalam masing-masing karakter tersebut.

c.     Menentukan langkah pemecahan masalah;

1)     Peserta didik masing-masing menentukan langkah kegiatan yang akan dilaksanakannya, dapat dibantu oleh guru melalui pertanyaan misalnya tentang apa yang diobservasi, dimana, dan bagaimana caranya.

2)     Mempersiapkan peran yang akan dilaksanakan melibatkan antara lain karakter, kesukaan atau kebiasaan, dan cara berfikir, dan cara kerja yang diperankannya. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting, karena akan menentukan keberhasilan keseluruhan pembelajaran.

3)     Pelaksanaan masing-masing tugas anggota sesuai dengan tugas atau peran yang sudah direncanakan. Perlu ditegaskan bahwa kegiatan ini bukan hanya sekedar bermain drama, tapi lebih memberikan pengalaman dan pemahaman kepada peserta didik bagaimana seseorang memiliki peran dan tanggungjawabnya. Selain itu peserta didik diharapkan memiliki ide-ide baru yang dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikapnya sebagai hasil perwujudan pencapaian kompetensinya.

4)     Diskusi dan evaluasi hasil observasi dan tugas yang berkaitan dengan ketepatan tugas yang diberikan, waktu, atau tempat obervasi yang bersifat umum yang melibatkan pemain dan observer. Dalam kegiatan ini bukan mendiskusikan perannya tepat atau tidak, tapi menekankan pada hal-hal yang sangat penting berkaitan dengan kompetensi yang harus dicapai, misalnya sikap terbuka, materi pelajaran sesuai, dan cara kerja yang tepat.

5)     Langkah berikutnya adalah sharing pendapat antar peserta didik, peserta didik dengan guru yang mendiskusikan hasil dari langkah sebelumnya, sehingga memungkinkan ada penggantian peran. Hasil dari langkah ini adalah fokus perbaikan dalam pelaksanaan, sehingga menghasilkan suatu kesimpulan yang lebih baik.

6)     Diskusi dan eavaluasi seperti bagian f.

7)     Sharing pengalaman dan generalisasi. Dalam kegiatan ini guru membimbing peserta didik untuk menemukan berbagai alternatif solusi pemecahan masalah dari permasalahan yang serupa, sehingga peserta didik memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dapat diterapkan dalam kehidupannya.

Model ini disamping pelaksanaannya sangat menyentuh sampai ke asfek keterampilan yang dimiliki siswa, model ini juga sangat mudah dan praktis dalam pelaksaannya, lebih praktisnya model ini dapat digunakan dimana saja terutama di alam terbuka adalah suatu tempat yang sangat baik dalam pelaksanaan pembelajaran dengan model bermain peran ini.

Selanjutnya dalam pelaksanaan proses model pembelajaran sosial ini keberhasilannya akan bergantung kepada kualitas dan keefektifan siswa dalam memainkan peranya, disamping itu perlu juga ditunjang oleh kualitas pemeranan, analisis dan diskusi serta pandangan peserta didik terhadap peran yang ditampilkan dibandingkan dengan situasi kehidupan yang nyata.

Model Pembelajaran Simulasi Sosial

            Model ini dipelopori oleh Sarene Boocock dan Harold Guetzkow. Model simulasi bukan berasal dari disiplin ilmu pendidikan, tetapi merupakan penerapan dari prinsip sibernetik, suatu cabang dari psikologi sibernetik yaitu suatu studi perbandingan antara mekanisme kontrol manusia dengan sistem elektromekanik seperti komputer. Jadi, ahli sibernetik menginterpretasikan manusia sebagai suatu sistem kontrol yang dapat mengarahkan tindakannya dan memperbaiki tindakannya dengan mendasarkan pada umpan balik. Dengan demikian, belajar dalam konteks sibernetik merupakan proses mengalami konsekuensi lingkungan secara sensorik dan melibatkan perilaku koreksi diri (self corrective behavior). Oleh karena itu, pembelajaran harus didesain sedemikian rupa sehingga tercipta suatu lingkungan yang dapat menghasilkan umpan balik yang optimal bagi siswa.

Jadi simulator adalah suatu alat yang merepresentasikan realitas, dimana kerumitas aktifitasnya dapat dikendalikan. Contoh simulator pilot pesawat terbang, simulator pengendara mobil dan lain-lain.[21] Aplikasinya bahwa simulasi dapat merangsang suatu pembelajaran tentang: (1) kompetisi, (2) kerjasama, (3) empati, (4) sistem sosial, (5) konsep, (6) keterampilan, (7) efikasi, (8) membayar hukuman, (9) peran kesempatan, dan (10) kemampuan untuk berpikir kritis (memeriksa strategi alternatif dan mengantisipasi orang lain) dan membuat keputusan. Setelah mengetahui dan memahami alur model pembelajaran ini secara umum maka dirasa perlu membahas tentang prosedur atau hakikat model pembelajaran simulasi dalam proses pembelajaran.

Dalam pelaksanaannya model simulasi sosial sebagaimana dikemukakan oleh Joyce dan Weil (1986) mempunyai empat tahapan yaitu (1) orientasi), (2) partisipasi dalam latihan, (3) simulasi dan (4) pemantapan. Berikut tabel tahapan pelaksanaan model pembelajaran simulasi sosial.

Tabel  Tahapan Model Pembelajaran Simulasi Sosial

NO

TAHAPAN

1

Orientasi:

1.      Menjelaskan pokok-pokok dari tema simulasi dan konsep yang akan dituangkan dalam simulasi yang akan ditangani

2.      Memberi contoh dalam simulasi dan permainan.

3.      Memberikan penjelasan awal.

2

Partisipasi dalam latihan:

1.      Penerapan sekenario (peraturan-peraturan, prosedur, penilaian, tipe keputusan yang akan diambil).

2.      Menunjuk peranan.

3.      Meningkatkan sesi yang praktis.

3.

Pelaksanaan Simulasi:

1.      Melaksanakan kegiatan simulasi dan pengadministrasian pemain.

2.      Mendapatkan umpan balik dan evaluasi dari penampilan efek-efek keputusan, serta menjelaskan penyimpangan-penyimpangan konsep.

3.      Melanjutkan simulasi.

4.

Pemantapan:

1.      Menyimpulkan kejadian dan persepsi.

2.      Menyimpulkan kesukaran dan pengamatan.

3.      Proses analisa.

4.      Membandingkan kegiatan simulasi dengan dunia nyata.

5.      Menghubungkan kegiatan simulasi dengan isi pelajaran.

6.      Menilai dan merencanakan kembali simulasi.

 

Dua hal yang dapat diperoleh siswa dari penerapan model pembelajaran simulasi sosial. Pertama, pengalaman langsung yang diperoleh dari permainan simulasi dan yang kedua pengalaman lanjutan yang diperoleh dari kegiatan diskusi setelah sumulasi. Permulaan yang baik dalam berdiskusi adalah meminta siswa untuk mengevaluasi bagaimana pengalaman mereka dalam permainan serta membandingkannya dengan mereka yakni tentang kebenaran dalam dunia nyata.

Model Pembelajaran Telaah Yurisprudensi (Jurisprudential Inquiry)

Donald Oliver dan James P. Shaver (1966/1974) menciptakan model penyelidikan yurisprudensi untuk membantu siswa belajar untuk berpikir secara sistematis tentang isu-isu kontemporer. Hal ini membutuhkan mereka untuk merumuskan masalah inisebagai masalah kebijakan publik dan menganalisis posisi alternatif tentang mereka.Pada dasarnya, itu adalah model tingkat tinggi untuk pendidikan kewarganegaraan.Sebagai masyarakat kita mengalami perubahan budaya dan sosial, model penyelidikan yurisprudensi ini sangat berguna dalam membantu orang memikirkan kembali posisi mereka pada pertanyaan hukum, etika, dan sosial yang penting. Warga perlu memahami isu-isu kritis saat ini dan berbagi dalam perumusan kebijakan. Denganmemberi mereka alat untuk menganalisis dan memperdebatkan isu-isu sosial, pendekatan yurisprudensi membantu siswa dalam partisipasinya sebelum memberikan definisi atau rumusan yang tegas mengenai nilai-nilai sosial (Shaver, 1995).

Model pembelajaran yang dipelopori oleh Donal Oliver dan James P. Shafer ini di dasarkan atas pemahaman masyarakat dimana setiap orang berbeda pandangan dan prioritas satu sama lain, dan nilai-nilai sosialnya saling berkonfrontasi satu sama lain. Memecahkan masalah kompleks dan kontropersial di dalam konteks aturan sosial yang produktif membutuhkan warga negara yang mampu berbicara satu sama lain dan bernegosiasi tentang keberadaan tersebut. Oleh karena itu, pendidikan harus mampu menghasilkan individu calon warga negara yang mampu membantu mengatasi konflik perbedaan dalam berbagai hal. Model pembelajaran ini membantu siswa untuk belajar berfikir secara sistematis tentang isu-isu kontemporer yang sedang terjadi dalam masyarakat. Dengan memberikan mereka cara-cara menganalisis dan mendiskusikan isu-isu sosial, model pembelajaran ini membantu untuk berpartisipasi dalam mendefinisikan ulang nilai-nilai sosial.

Jadi, model pembelajaran telaah jurisprudensial melatih siswa untuk pekah terhadap permasalahan sosial, mengambil posisi (sikap) terhadap permasalahan tersebut, serta mempertahankan sikap tersebut dengan argumentasi yang relefan dan valid. Model ini juga dapat mengajarkan siswa untuk dapat menerima atau menghargai sikap orang lain terhadap suatu masalah yang mungkin bertentangan dengan sikap yang ada pada dirinya. Atau sebaliknya, ia bahkan menerima dan mengakui kebenaran sikap yang diambil orang lain terhadap suatu isu sosial tertentu. Sebagai contoh, seorang siswa mengambil sikap tidak setuju atas kenaikan harga bahan bakar minyak dengan berbagai argumentasi yang rasionalis dan logis. Tentunya yang mengambil sikap sebaliknya (setuju) juga dengan berbagai argumentasi yang logis dan rasional. Akhirnya, keduanya sama-sama dapat menganalisis kelebihan dan kelemahan dari masing-masing posisi (sikap) yang diambilnya. Sebaliknya, bisa saja teman yang setuju kenaikan BBM akan berubah sikapnya jadi tidak setuju setelah mendengar argumentasi dari temannya yang lain yang menurutnya lebih baik, lebih rasional, dan yang lebih mempunyai implikasi yang positif terhadap masyarakat.

Langkah-langkah pembelajaran Telaah Yurisprudensi (Jurisprudential Inquiry)

Pada tahap pertama, guru memperkenalkan kepada siswa materi-materi kasus dengan cara membaca cerita, menonton film yang menggambarkan konflik nilai, atau mendiskusikan kejadian-kejadian hangat dalam kehidupan sekitar, kehidupan sekolah atau sesuatu kemunitas masyarakat. Langkah kedua yang termasuk ke dalam tahap orientasi adalah mengkaji ulang fakta-fakta dengan menggambarkan peristiwa dalam kasus, menganalisis siapa yang melakukan apa, dan mengapa terjadi seperti demikian.

Pada tahap kedua, siswa mensistesis fakta, mengaikannya dengan isu-isu umum dan mengidentifikasi nilai-nilai yang terlibat dalam kasus tersebut (misalnya, isu tersebut berkaitan dengan kebebasan mengemukakan pendapat, otonomi daerah, persamaan hak, dan lain-lain). Dalam tahap satu dan dua ini siswa belum diminta untuk mengekpresikan pendapat atau sikapnya terhadap kasus tersebut. Pada tahap ketiga, siswa diminta untuk mengambil posisi  (sikap atau pendapat) terhadap isu tersebut dan menyatakan sikapnya. Misalnya dalam kasus bayaran uang sekolah, siswa mennyatakan sikapnya bahwa seharusnya pemerintah tidak menentukan besarnya biaya sekolah yang harus diberlakukan untuk setiap sekolah karena hal itu melanggar hak otonomi sekolah.

Pada tahap keempat, sikap (posisi atau pendapat) siswa digali lebih dalam. Guru sekarang memainkan peran ala sokrates. Memperdebatkan pendapat yang diajukan siswa dengan pendapat-pendapat konprontatif. Dalam hal ini siswa diuji konsistensi dalam mempertahankan sikap atau pendapat yang telah diambilnya. Disini siswa dituntut untuk mengajukan argumentasi logis dan rasional yang dapat mendukung pernyataan (posisi) yang telah dibuatbya.

Tahap kelima adalah tahap penentuan ulang akan posisi (sikap) yang telah diambil siswa. Dalam tahap ini sikap (posisi) yang telah diambil siswa mungkin konsisten (tetap bertahan) atau berubah (tidak konsisten), tergantung dari hasil atau argumentasi yang terjadi pada tahap keempat. Jika argumen siswa kuat, mungkin konsisten. Jika tidak, mungkin siswa mengubah sikapnya (posisinya).

Tahap keenam adalah pengujian asumsi faktual yang mendasari sikap yang diambil siswa. Dalam tahap ini guru mendiskusikan apakah argumentasi yang digunakan untuk mendukung pernyataan sikap tersebut relevan dan syah (valid).[30]

Jadi model pembelajaran yurisprudensi ini menekankan pada argumentasi yang dikemukakan oleh siswa terhadap pandangannya akan penomena yang sedang terjadi dimasyarakat dengan mendahulukan pemikiran dan akal atau rasionalitas yang benar, sesuai dengan disiplin ilmu atau hiukum-hukum yang berlaku. Dengan demikian model pembelajaran ini sangat baik sekali melatih pemikiran dan keberanian siswa dalam mengungkapkan pendapatnya untuk meyakini lawan bicaranya. Dalam pemebelajar agama Islam guru bisa mencetak seorang da’i yang baik.

 

KESIMPULAN

Model ini memberikan pembelajaran melalui suatu tugas atau perbuatan yang harus dilakukan peserta didik dalam memperoleh suatu pengalaman dalam menentukan atau memilih solusi pemecahan masalah yang dihadapi, sehingga peserta didik memiliki

Ke-empat model Joyce dan Weil tersebut dapat diterapkan kedalam kegiatan pembelajaran menjadi model-model lain yang khusus sesuai dengan karakteristik materi pembelajaran dan aktivitas yang dikembangkan oleh guru dengan tujuan tertentu, misalnya model Bermain Peran (Role Playing), model stimulasi social dan model pembelajaran Jurispodensi sebagai penjabaran dari Model Inetraksi Sosial, dan model Berfikir Induktif (The Induktif Thinking) sebagai penjabaran dari model Pengolahan Informasi.

 

DAFTAR PUSTAKA

Bruce Joyce Marsha Weil, 2003, Models Of Teaching, Prentice.HaII of India New Private Limited.

Bruce Joyce Marsha Weil. 1980. Model of teaching. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Hamza B. Uno, 2012, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif, Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Mulyasa, E. 2004. Implementasi Kurikulum 2004: Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nesbitt, W. A. (1971). Simulation games for the social studies classroom. New York: Foreign Policy Association.

 

No comments:

Post a Comment