A. Judul
Judul artikel merupakan salah satu indikator pertama yang akan didapatkan pembaca dari penelitian dan konsep Anda. Jadi judul itu harus singkat, akurat, dan informatif. Ada kata kunci yang paling relevan dalam judul Anda, tetapi hindari menyertakan singkatan dan rumus.
B. Kata kunci
Kata kunci adalah bagian penting untuk menghasilkan artikel jurnal; dan saat menulis artikel jurnal harus memilih kata kunci yang diinginkan untuk peringkat artikel Anda. Kata kunci sangat membantu calon pembaca dalam menemukan artikel Anda ketika menggunakan mesin pencari.
C. Abstrak
Ingata tujuan abstrak untuk mengungkapkan poin-poin kunci dari penelitian Anda, dengan jelas dan ringkas.Maka abstrak harus selalu dipertimbangkan dengan baik, karena merupakan elemen utama dari karya Anda yang akan dilihat oleh pembaca. Jadi abstrak berupa paragraf pendek paling tidak memuat sekitar 300 kata yang merangkum temuan artikel jurnal Anda. Dan umumnya abstrak biasanya akan terdiri dari:
- Tentang apa penelitian Anda?
- Metode apa yang telah digunakan?
- Apa temuan utama Anda?
- ucapan terima kasih
So, ucapan terima kasih nampak sebagai aspek kecil dari artikel jurnal Anda, akan tetapi ucapan terimakasih tetap penting. Di sinilah Anda mengakui individu-individu yang tetapi berkontribusi pada artikel Anda secara intelektual, finansial, atau dengan cara lain.
D. Pengantar
Pengantar atau kata lain pendahuluan merupakan bagian penting dari proses penulisanartikel. Pengantar tidak hanya memperkenalkan topik dan pendirian Anda tentang topik tersebut, tetapi juga (menempatkan/mengkontekstualisasikan) argumen Anda di bidang akademik yang lebih luas.
E. Batang Tubuh atau Isi Penelitian
Bagian ini adalah Bagian utama dimana argumen utama dan bukti dari penelitian anda berada.
F. Kesimpulan
Jadi kesimpulan yang anda buat merupakan interpretasi dari hasil penelitian anda, bagaimana anda merangkum semua konsep dan memperkenalkan di bagian utama teks dalam urutan yang paling penting sampai yang tidak penting.
G. Referensi dan kutipan
Referensidan Kutipan harus seimbang, terkini dan relevan. Minimal mengutip referensi yang tidak lebih dari 10 tahun kalau memungkinkan.
Berikut contoh penulisan artikel ilmiahnya,,,,,,
CONTOH PENULISAN ARTIKEL ILMIAH
IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP IPA SISWA KELAS V MI MT MARAQITTA’LIMAT WANASABA KECAMATAN WANASABA KABUPATEN LOMBOK TIMUR
Oleh :
Sabahiyah
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap keterampilan proses dan penguasaan konsep IPA pada peserta didik kelas V Gugus 3 Wanasaba di sekolah dasar. Penelitian dilaksanakan di SD Negeri se-Gugus 03 Mamben Lauk Wanasaba Lombok Timur pada siswa kelas V Gugus 3 Wanasaba semester I tahun pelajaran 2012/2013 dengan jumlah populasi sebanyak 105 orang siswa. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Random Sampling. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan rancangan eksperimen The Post test Only Control Group Design. Data penguasaan konsep IPA diperoleh melalui tes hasil belajar IPA dan data keterampilan proses sains dikumpulkan melalui tes unjuk kerja keterampilan proses sains. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan analisis varians multivariat.
Hasil penelitian ini adalah : (1) Terdapat pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap keterampilan proses sains pada siswa kelas V Gugus 3 Wanasaba (nilai F = 16,240 dengan taraf signifikansi 0,000); (2) Terdapat pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap penguasaan konsep IPA pada siswa kelas V Gugus 3 Wanasaba Gugus 3 Wanasaba (nilai F= 23,496 dengan taraf signifikansi 0,000); (3) Terdapat pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing secara simultan terhadap keterampilan proses dan penguasaan konsep IPA pada siswa kelas V Gugus 3 Wanasaba Gugus 3 Wanasaba (uji MANOVA nilai = 15,062 dengan taraf signifikansi 0,000). Simpulan dari penelitian ini adalah bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing yang diujikan berpengaruh secara simultan terhadap keterampilan proses dan penguasaan konsep IPA pada siswa kelas V Gugus 3 Wanasaba Gugus 3 Wanasaba dan model ini lebih efektif daripada model konvensional dalam hal meningkatkan keterampilan proses dan penguasaan konsep IPA pada siswa kelas V Gugus 3 Wanasaba Sekolah Dasar.
Kata kunci : model pembelajaran inkuri terbimbing, keterampilan proses sains, dan
penguasaan konsep IPA.
1. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan variabel yang tidak dapat diabaikan dalam mentransformasi ilmu pengetahuan, keahlian dan nilai-nilai akhlak. Hal tersebut sesuai dengan fungsi pendidikan nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas, 2003).
Untuk mencapai tujuan tersebut tidak bisa terlepas dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan di sekolah dan guru adalah ujung tombaknya, karena bagaimanapun bagusnya konsep dokumen kurikulum, lengkapnya media dan sarana pembelajaran, bila tidak didukung oleh kompetensi guru yang profesional, maka kegiatan pembelajaran dan tujuan pendidikan tidak akan tercapai secara optimal.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu : kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Keempat kompetensi tersebut harus terpatri dalam diri seorang guru. Khusus untuk kompetensi pedagogik, guru dituntut untuk memiliki kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi: (a) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; (b) pemahaman terhadap peserta didik; (c) pengembangan kurikulum/silabus; (d) perancangan pembelajaran; (e) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (f) evaluasi hasil belajar; dan (g) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Dalam konteks inilah peran guru menjadi sangat menentukan dalam menciptakan iklim pembelajaran yang mampu meningkatkan prestasi belajar peserta didik dengan tetap menghubungkan kegiatan pembelajaran dengan kondisi yang ada di lingkungan sekitar peserta didik. Karena seperti diketahui bersama bahwa dalam rangka transformasi sosial menuju masyarakat maju dan modern, pembelajaran di sekolah tentu bukan semata-mata berupa alih pengetahuan, tetapi diharapkan peserta didik mampu memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tentu saja sejalan dengan ide dasar dari kurikulum berbasis kompetensi sebagai implementasi dari KTSP, yaitu untuk memperbaiki penguasaan ilmu-ilmu yang dipelajari di sekolah agar dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik.
Mata pelajaran IPA adalah salah satu mata pelajaran yang harus mendapat perhatian lebih dari guru, karena IPA tidak dapat diajarkan sebagai suatu materi pengetahuan yang disampaikan dengan metoda ceramah, melainkan melalui pembelajaran siswa aktif, dimana siswa belajar dan berlatih untuk memiliki dan menguasai konsep-konsep dasar IPA secara tuntas (mastery learning). Pembelajaran IPA di SD disarankan mengacu pada tingkat perkembangan usia peserta didik pada saat itu, yaitu tahap operasional konkret dan operasional formal. Menurut Piaget, belajar akan menjadi efektif bila kegiatan belajar sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual pebelajar, dan tidak ada belajar tanpa perbuatan. Hal ini disebabkan perkembangan intelektual dan emosional peserta didik dipengaruhi langsung oleh keterlibatannya secara fisik dan mental dengan lingkungannya. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di SD, hendaknya mengupayakan pembelajaran melalui aktivitas konkret, dengan menghadirkan fenomena alam dalam setiap pembelajaran (Darmojo dan Kaligis, 1992).
Dalam dokumen KTSP disebutkan bahwa ruang lingkup bahan kajian IPA di SD secara umum meliputi dua aspek yaitu kerja ilmiah dan pemahaman konsep. Lingkup kerja ilmiah meliputi kegiatan penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreativitas, pemecahan masalah, sikap, dan nilai ilmiah. Adapun tujuan pembelajaran IPA di SD menurut panduan KTSP yang dikeluarkan oleh Diknas secara terperinci adalah: (1) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaann-Nya, (2) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, (3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat, (4) mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, (5) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan (7) memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs.
Secara konseptual, ruang lingkup dan tujuan pembelajaran IPA seperti disebutkan di atas sangat ideal, namun dalam implementasinya ternyata tidak mudah, karena realitas di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran IPA yang dilakukan oleh guru dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran seperti yang dituangkan dalam dokumen kurikulum masih belum menunjukkan kemajuan yang signifikan. Hal ini salah satunya dapat ditandai oleh masih dominannya penggunaan metode ceramah oleh guru dalam pembelajaran IPA. Pendidik masih menganut pola pembelajaran yang hanya men-transmisi pengetahuan, masih kurang dalam menstimulasi peserta didik untuk belajar secara aktif. Hal ini bukan berarti bahwa metoda ceramah tidak baik dan harus ditingalkan, atau peserta didik tidak mengalami proses belajar. Sangat penting untuk memberikan sentuhan variasi untuk memberikan warna dalam proses pembelajaran agar lebih memicu peserta didik untuk aktif belajar. Menempatkan peserta didik pada pusat poses pembelajaran berarti memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengonstruksi hal yang dipelajarinya berdasarkan pengetahuan yang diketahuinya dan menginterpretasi konsep, bukan memberikan informasi melalui buku teks.
Gejala lain menunjukkan bahwa persepsi mengenai peran guru di kelas, peran sekolah dalam pendidikan anak, persepsi dan harapan orang tua terhadap guru dan sekolah masih sangat kontradiktif dengan perspektif konstruktivisme dan sangat sukar untuk mengubah paradigma yang berpandangan bahwa guru adalah satu-satunya sumber belajar. Keterbatasan guru dalam bidang pengetahuan ilmiah dan perasaan kurang percaya diri untuk mengajarkan IPA merupakan kendala yang lain. Hal ini dikarenakan kebanyakan guru SD merupakan guru kelas yang mengajar beberapa mata pelajaran. Persepsi guru terhadap IPA juga sangat menentukan kualitas pembelajaran. Guru yang memandang IPA sebagai sekumpulan fakta, konsep, atau teori belaka menyebabkan pembelajaran IPA yang kurang bermakna. Walaupun guru memegang kuat komitmen untuk mendidik peserta didik dan memandang bahwa peserta didik perlu belajar IPA, guru menjadi kurang antusias dan tidak yakin akan kemampuan mereka dalam pembelajaran. Hal ini kurang menstimulasi peserta didik untuk belajar secara aktif.
Sistem ujian akhir nasional yang sangat menekankan pada pemahaman konsep, menjadi dilema tersediri dalam implementasi pembelajaran IPA di sekolah dasar. Sistem tersebut mengakibatkan IPA diajarkan hanya sebagai sekumpulan fakta, konsep, atau teori (body of knowledge), terutama pada kelas lima dan enam. Guru merasa perlu mempersiapkan peserta didik menghadapi ujian akhir nasional dengan cara drilling supaya mereka dapat tepat menjawab soal. Dedikasi guru untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik pada bidang IPA dan memberikan bekal nilai-nilai ilmiah yang terkandung dalam pembelajaran IPA menurun tajam bersamaan dengan tahap persiapan menghadapi ujian.
Fenomena tersebut di atas juga teramati di SD wilayah Gugus 03 Wanasaba Lombok Timur melalui observasi awal yang dilakukan peneliti. Diantaranya yang umum dijumpai adalah pendidik masih menerapkan pembelajaran konvensional dengan mengandalkan metode ceramah dan diskusi, sehingga kadang pembelajaran IPA cenderung membosankan dan hanya bersifat hafalan untuk mengejar target nilai ujian. Untuk meminimalisir berbagai kendala tersebut di atas, diperlukan kreatifitas pendidik untuk mendeIPA model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar.
Pembelajaran akan menjadi menyenangkan bagi peserta didik apabila mampu menyajikan fenomena yang bisa diamati langsung oleh siswa dan melibatkan lebih banyak indera dalam belajar. Pemilihan model pembelajaran adalah salah satu bagian yang sangat menentukan dalam usaha mencari alternatif pembelajaran inovatif yang dapat meningkatkan hasil belajar IPA peserta didik. Salah satu model pembelajaran untuk mata pelajaran IPA (sains) yang direkomendasikan oleh pakar untuk meningkatkan keterampilan proses dan penguasaan konsep IPA peserta didik adalah model pembelajaran inkuiri. Kerena dalam pembelajaran inkuiri mengacu pada prinsip-prinsip yang sesuai dengan tujuan pembelajaran sains.
Diantara prinsip-prinsip model pembelajaran inkuiri adalah (1) Berorientasi pada Pengembangan Intelektual. Tujuan utama dari pembelajaran inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian, pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar; (2) Prinsip Interaksi. Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri; (3) Prinsip Bertanya. Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan pembelajaran ini adalah guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir. Dalam hal ini, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan. Di samping itu, pada pembelajaran ini juga perlu dikembangkan sikap kritis siswa dengan selalu bertanya dan mempertanyakan berbagai fenomena yang sedang dipelajarinya; (4) Prinsip Belajar untuk Berpikir. Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal; (5) Prinsip Keterbukaan. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukannya.
Pembelajaran berbasis inkuiri dapat membantu guru dalam membimbing peserta didik mencapai tingkat pemahaman materi yang lebih tinggi dengan mengupayakan peserta didik aktif mencapai pemahaman materi tersebut. Pendidik bertugas mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi peserta didik (Dirjen Dikdasmen, 2004). Pembelajaran akan berlangsung dengan baik apabila peserta didik dapat memproses pembelajaran atau pengetahuan dengan cara bermakna dan disampaikan dengan berbagai cara yang bervariasi.
Para ahli mengelompokkan model pembelajaran inkuiri menjadi tiga jenis, yaitu inkuiri terpimpin/terbimbing, inkuiri bebas, dan inkuiri bebas yang dimodifikasikan. Secara teoritis inkuiri terbimbing dapat menjadi solusi yang efektif untuk pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Karena dalam pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terpimpin/terbimbing, peserta didik memperoleh petunjuk-petunjuk dari guru. Petunjuk itu pada umumnya berupa pertanyaan-pertanyan yang bersifat membimbing. Inkuiri terbimbing memang diperuntukkan bagi mereka yang belum berpengalaman belajar dengan inkuiri dan ini cocok untuk siswa sekolah dasar. Dalam pembelajaran berbasis inkuiri, kegiatan pembelajaran melibatkan peserta didik menemukan sendiri sesuatu yang berarti bagi dirinya dengan dibimbing oleh gurunya, melalui proses penemuan itu, peserta didik akan mampu mengkonstruk sendiri pengetahuannya yang pada gilirannya dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan mengusai konsep IPA yang dipelajarinya.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : (1) Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap keterampilan proses sains pada siswa kelas V Gugus 3 Wanasaba?; (2) Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap penguasaan konsep IPA pada siswa kelas V Gugus 3 Wanasaba?; (3) Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing secara simultan terhadap keterampilan proses sains dan penguasaan konsep IPA pada siswa kelas V Gugus 3 Wanasaba?
Adapun tujuan penelitian ini adalah : (1) Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap keterampilan proses sains pada siswa kelas V Gugus 3 Wanasaba Gugus 3 Wanasaba; (2) Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap penguasaan konsep IPA pada siswa kelas V Gugus 3 Wanasaba Gugus 3 Wanasaba; (3) Untuk mengetahui secara simultan pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap keterampilan proses dan penguasaan konsep IPA pada siswa kelas V Gugus 3 Wanasaba Gugus 3 Wanasaba
Secara teoretis manfaat penelitian ini adalah : (1) dapat mengungkapkan fakta tentang pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap keterampilan proses dan penguasaan konsep IPA peserta didik, (2) Menambah khasanah ilmu pengetahun dalam bidang pendidikan untuk turut memberikan kontribusi dalam memperkaya literatur mengenai model-model pembelajaran inovatif dan kreatif dalam upaya meningkatkan keterampilan proses dan penguasaan konsep IPA peserta didik. Adapun manfaat secara praktis dari hasil penelitian ini adalah bahwa penerapan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi akan berdampak terhadap proses belajar peserta didik. Penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing diharapkan dapat memberikan pengalaman baru untuk lebih meningkatkan keterampilan proses dan penguasaan konsep IPA peserta didik. Bagi guru-guru IPA, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mencari model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan proses dan penguasaan konsep IPA peserta didik. Bagi peneliti, penelitian ini memberikan pengalaman langsung dalam upaya menarapkan model pembelajaran inovatif yang sesuai dengan karakteristik materi.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif yakni dengan metode eksperimen semu (quasi eksperimen). Penggunaan metode ini didasarkan pada tujuan bahwa untuk memperoleh informasi yang menjadi perkiraan penelitian melalui eksperimen sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan atau memanipulasi semua variabel yang relevan. Penelitian ini dilakukan pada dua kelompok peserta didik, yaitu kelompok eksperimen menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan kelompok kontrol menggunakan model pembelajaran konvensional. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah The Posttest Only Control Group Design.
Penelitian ini dilakukan pada peserta didik kelas V Gugus 3 Wanasaba sekolah dasar se Gugus 03 Wanasaba Lombok Timur. Penentuan sampel dilakukan melalui teknik Simple Random Sampling untuk menentukan dua kelas yang akan dijadikan sebagai sampel. Untuk menentukan sekolah mana yang akan digunakan sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol, peneliti mengundi semua kelas V Gugus 3 Wanasaba di SD yang ada di Gugus III Mamben Lauk, hal tersebut dilakukan untuk menentukan dua kelas yang akan diteliti (random selection), Kedua kelas yang terpilih tersebut kemudian diundi kembali untuk ditetapkan kelas mana yang akan dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol (random assignment).
Dalam penelitian ini melibatkan satu variabel bebas dan dua variabel terikat, Sebagai variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran, yang terdiri dari model pembelajaran inkuiri terbimbing yang dikenakan pada kelompok eksperimen dan model pembelajaran konvensional yang dikenakan pada kelompok kontrol. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keterampilan proses dan penguasaan konsep IPA peserta didik.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari keterampilan proses sains dan penguasaan konsep IPA peserta didik. Data mengenai keterampilan proses sains dikumpulkan dengan menggunakan tes unjuk kerja Sementara untuk data penguasaan konsep IPA diperoleh melalui tes yang telah di setujui oleh pakar (expert judgement).. Untuk mengukur penguasaan konsep IPA digunakan instrumen berupa tes pilihan ganda. Untuk mengukur keterampilan proses sains digunakan instrumen pengukuran keterampilan proses sains yang disusun dan dikembangkan oleh peneliti berdasarkan materi pelajaran IPA di SD kelas V Gugus 3 Wanasaba. Pengukuran keterampilan proses sains diperoleh dengan menggunakan tes unjuk kerja. Sebelum data dianalisis, terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan. Pengujian hipotesis penelitian menggunakan analisis varians multivariate (MANOVA), terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas.
Ada tiga hipotesis yang diajukan dalam penelitian yaitu : 1) Terdapat pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap keterampilan proses sains pada siswa kelas V Gugus 3 Wanasaba Gugus 03 Wanasaba; 2) Terdapat pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap penguasaan konsep IPA pada siswa kelas V Gugus 3 Wanasaba Gugus 03 Wanasaba; 3); Terdapat pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing secara simultan terhadap keterampilan proses sains dan penguasaan konsep IPA pada siswa kelas V Gugus 3 Wanasaba Gugus 03 Wanasaba.
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dari hasil uji Manova dengan program SPSS 17 diketahui bahwa angka signifikansi lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti Ha diterima yaitu terdapat pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing secara simultan terhadap keterampilan proses sains dan penguasaan konsep IPA pada siswa kelas V Gugus 3 Wanasaba Gugus 03 Wanasaba.
Untuk membuktikan bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing berpengaruh terhadap penguasaan konsep IPA, maka peneliti melakukan uji perbedaan nilai rata-rata penguasaan konsep IPA antara kelas yang mengikuti pembelajaran inkuri terbimbing dengan yang mengikuti pembelajaran konvensional. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa nilai rata-rata keterampilan proses sains peserta didik yang belajar dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi daripada peserta didik yang belajar dengan menggunakan model konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran inkuiri yang diterapkan berpengaruh secara signifikan terhadap keterampilan proses sains.
Hasil penelitian ini sekaligus menunjukkan bahwa model pembelajaran yang diterapkan mampu meningkatkan partisipasi atau keterlibatan aktif peserta didik dalam pembelajaran. Hal ini berarti pula bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memasukkan aspek-aspek keterampilan proses sains dalam langkah-langkah pembelajarannya.
Demikian halnya dengan penguasaan konsep IPA, hasil analisis statistik dengan SPSS menunjukkan bahwa rata-rata nilai peserta didik yang mengikuti pembelajaran model inkuiri terbimbing lebih tinggi daripada peserta didik yang belajar menggunakan model konvensional.
4. PENUTUP
Dengan mengacu pada hasil pengujian hipotesis seperti yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dikemukakan beberapa hal sebagai simpulan dari penelitian ini, yaitu : Pertama, bahwa dari serangkaian uji coba dan analisa yang dilakukan, diketahui bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara peserta didik yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini berarti bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap keterampilan proses sains peserta didik.
Kedua, bahwa terdapat pengaruh yang signifikan penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap penguasaan konsep IPA. Hal ini dibuktikan dengan adanya perbedaan yang signifikan antara penguasaan konsep sain peserta didik yang belejar menggunakan model inkuiri terbimbing bila dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Maka, model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat digunakan oleh guru untuk meningkatkan penguasaan konsep IPA peserta didik.
Ketiga, bahwa ada pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing secara simultan terhadap keterampilan proses sains dan penguasaan konsep IPA. Hal ini berarti bahwa untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains dapat menggunakan model inkuiri terbimbing sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan guru. Dengan demikian, untuk dapat meningkatkan keterampilan proses sains akan lebih efektif bila menggunakan model pembelajaran inkuri terbimbing. Model ini lebih efektif karena salah satu keunggulan model ini adalah peserta didik dapat mengkonstruk pengetahuannya sendiri berdasarkan proses interaksi langsung yang dilakukan sehingga pembelajaran lebih bermakna, bukan berdasarkan pemberian dari guru yang hanya berupa sekumpulan fakta.
Berdasarkan simpulan penelitian yang merupakan hasil dari serangkaian penelitian yang telah dilakukan, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut : (1) Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing terbukti berpengaruh secara simultan terhadap penguasaan konsep dan keterampilan proses sains peserta didik. Untuk itu, disarankan kepada guru agar dapat menggunakan model pembelajaran ini sebagai alternatif dalam pembelajaran dengan tetap memperhatikan karakteristik materi pembelajaran agar peserta didik dapat belajar lebih aktif dan mampu mengkonstruk pengetahuannya sendiri berdasarkan langkah-langkah pembelajaran inkuiri yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan kualitas hasil belajar; (2) Model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan apabila didukung oleh media pembelajaran yang relevan seperti KIT IPA, buku-buku penunjang, dan alat maupun bahan praktik yang di dapat dari lingkungan terdekat peserta didik. Untuk itu, disarankan kepada guru untuk terus berinovasi, mengembangkan kreatifitas dan tidak berhenti belajar dalam menciptakan suasana pembelajaran yang dapat membantu peserta didik mengoptimalkan potensi dirinya; (3) Model pembelajaran inkuri terbimbing yang diterapkan dalam penelitian ini terbukti berpengaruh terhadap pemahaman konsep IPA dan keterampilan proses sains peserta didik. Namun, model ini memiliki keterbatasan keluasan uji coba dan aspek penguasaan materi. Oleh sebab itu, disarankan kepada peneliti lain agar dapat melalukan penelitian sejenis dengan meninjau aspek pembelajaran yang lebih luas dengan variabel yang lebih banyak sehingga diperoleh hasil yang lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. 1993. Strategi penelitian Pendidikan. Bandung: Angkasa
Amin, M. 1987. Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam dengan Menggunakan Metode”Discovery” dan “Inquiry” Bagian I. Jakarta: Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi.
Ahmadi, K. & Amri, S. 2010. Strategi Pembelajaran. Prestasi Pustaka: Jakarta.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi 2010. Jakarta: Rineka Cipta.
Azwar, S. 1997. Reliabilitas dan Validitas.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
BSNP. 2006. Panduan Penyusunan KTSP Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : BNSP
Dahar, R.W. 2003. Aneka Wacana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung.
Depdiknas. 2000. Keterampilan proses sains/IPA. Bandung : PPP IPA
________, 2008. Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. Jakarta : Sinar
Grafika.
_________. 2006. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Cetakan Pertama. Jakarta : Biro Hukum dan Organisasi Sekretariat Jenderal Departemen Pendidikan Nasional.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi II; Jakarta: Depdikbud
Dickinson, V.L. 1997. Becoming Better Primary Science Teachers: A description of our journey. Journal of Science Teacher Education, 8(4), 296-311.
Dirjen Dikdasmen. 2004. Implementasi Kecenderungan Pendidikan IPA.
Jakarta: Depdiknas.
Darmodjo, H, & Kaligis, J.R.E. 1992. Pendidikan IPA II. Jakarta: Depdikbud
Dirjen Dikti P2TK.
Program Pascasarjana, 2011. Pedoman Penulisan Tesis PPs Undiksha Revisi 3. Singaraja : PPs Undiksha.
Indrawati. 1999. Model-Model Pembelajaran IPA. Bandung: Depdikbud.
Joyce, Bruce dan Weil Marsha. 2000. Models of Teaching. 3rd edition New Jersey: Prentice Hall.
Kuslan, L.I. & Stone, A.H. 1968. Teaching Children Science : An Inquiry Approach, Belmount : Wadsworth Bublish Company. Inc.
Lasia, IK. 2010. Pengaruh Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbasis Lingkungan terhadap Keterampilan Berpikir Kreatif dan Penguasaan Konsep IPA Kelas V Gugus 3 Wanasaba Gugus 3 Wanasaba. Tesis (tidak diterbitkan). Denpasar : PPS Undiksha Singaraja.
Nasution, S. 1982. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Edisi Pertama. Jakarta: Bina Aksara.
Nasution, Noehi, dkk. 2007. Pendidikan IPA di SD. Jakarta : Universitas Terbuka.
Nurhadi, Burhan yasin, dan Agus Gerrad Senduk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: UNM
Nitko, Anthony J. 1996. Educational Assessment of Students, Second Edition. Ohio: Merrill an imprint of Prentice Hall Englewood Cliffs.
PPS Undiksha. 2011. Pedoman Penulisan Tesis. Singaraja : PPs Undiksha.
Ruseffendi, H.E.T. 1998. Statitika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung; IKIP Bandung Press.
Rusman, 2010. Model-Model Pembelajaran. Bandung. Mulia Mandiri Pers.
Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar ProsesPendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Sanjaya, Wina 2008, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Semiawan, Conny. 1992. Pendekatan Keterampilan Proses: Bagaimana Mengaktifkan Siswa Dalam Belajar. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.
Slavin, Robert.E. 2008. Cooperative Learning; Teori, Riset dan Praktik. Bandung. PT. Nusa Media.
Suastra, I Wayan. 2009. Pembelajaran IPA Terkini Mendekati Siswa dengan Lingkungan Alamiah dan Sosial Budayanya. Singaraja: Undiksha
Supriyono, Koes H. 2003. Strategi Pembelajaran Fisika. Malang : Jurusan Fisika. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri. Malang.
Sudjana, N. 1992. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito
Sudrajat, Akhmad. 2011. Pembelajaran Inkuiri. http://akhmadsudrajat. wordpress.com/2011/09/12/pembelajaran-inkuiri. Diunduh tanggal 5 Maret 2012.
Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Cet. II; Bandung: Alfabeta.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Kurikulum & Pembelajaran. Bandung: Yayasan Kesuma Karya.
2005. Pengembangan Kuikulum. Teori dan Praktek. Bandung: Rosdakarya.
2009. Metode penelitian Pendidikan. Bandung : Rosdakarya.
Sund R.B dan Trowbribge, L.W. 1973, Teaching Science by Inquiry in the secoundary school, 2nd ed. Ohio : Charles E., Merill Pub. Company, A Bell & Howell Company.
Suryobroto, 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta
Wartono. 2003. Strategi Belajar Mengajar Fisika . Malang: Universitas Negeri Malang.
Warnata, IM. 2009. Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri terhadap Keterampilan proses sains ditinjau dari Gaya Berpikir Peserta Didik SMP Negeri 3 Kediri Tabanan. Tesis (tidak diterbitkan). Denpasar : PPS Undiksha Singaraja.
Winataputra. 1992. Strategi Belajar Mengajar IPA. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
No comments:
Post a Comment